Kemarin saat mendengarkan KH. Drs. Muhammad Dawam Soleh menerangkan ~fungsi badan wakaf, ada satu point penting kenapa Gontor dapat tetap relevan sampai sekarang, yaitu kekuatan keterbukaan yang dibarengi keilmuan serta interaksi yang solid
KH Ahmad Sahal dan KH. Imam Zarkasyi adalah dua Kyai yang mempunyai pembacaan yang panjang terhadap realitas dunia pendidikan, dimulai dari Kyai Sahal yang sangat menggandrungi Kesenian Wayang bahkan beliau menegaskan “Pandangan saya terhadap kehidupan terbentuk dari tiga Unsur; Al-Qur’an, Hadist dan Wayang”.
Lalu kenapa wayang? sebab saat itu wayang adalah media komunikasi yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai luhur kebaikan, wayang bertransformasi melampaui pakem-pakem yang ada tanpa meninggalkan pakem itu sendiri, jalan cerita pewayangan yang terus dikembangkan bahkan dalang-dalang memakai atribut modern sebagai tanda bahwa mereka sangat terbuka dan bijak dalam membedakan mana unsur jahat dari penjajah mana unsur yang bisa diadopsi untuk kemaslahatan umat,
Selain Wayang Kyai Sahal juga menguasai bahasa Belanda dan tidak jarang memakainya dalam banyak kesempatan, hal ini tidak serta merta mendapat apresiasi sebab bahasa belanda dianggap sebagai bahasa penjajah, lagi-lagi Kyai Sahal melihat bahasa asing sebagai Media yang efektif guna mengetahui lebih dalam apa-apa yang baik buat bangsa indonesia sehingga tidak terus-terusan dikibuli karena ketidaktahuan yang mengakar,
Ide pembaharuan ini semakin berlipat-lipat kuatnya pasca kedatangan Kyai Zarkasyi selepas perjalanan panjang Pendidikannya, Kyai Zarkasyi membawa gagasan KMI yang pada saat itu bentuk dari transformasi dunia pendidikan Modern di ranah Pesantren yang sebelumnya telah diterapkan oleh gurunya Prof. DR. H. Mahmud Yunus di tanah minang ~dari mulai bahasa yang dipakai, kurikulum dan etika berpakaian yang saat itu masih dianggap sok kebarat-baratan,
Dan secara Struktural perkawinan antara Gaya Pembaharuan dua tokoh besar ini dijembatani oleh KH Zainudin Fananie sebagai pengelola dan penyeimbang dua gagasan besar secara struktural, kolaborasi ketiga tokoh ini kita kenal sekarang sebagai ~Trimurti,
MENGHANGATKAN INTERAKSI, SALING BERTUKAR ENERGI
Lalu apa relevansi dari penjabaran akan pemikiran dan gagasan Trimurti ini? ‘tentunya Interaksi dan keterbukaan.’ Sebuah lembaga yang baik dibangun dari interaksi yang solid dan apa adanya,
Dengan Media yang dapat diakses oleh setiap warga Pondok kita dapat terus mengetahui apa yang sedang terjadi, pengetahuan ini menjadi penting karena akan melahirkan kepedulian yang dibahasakan melalui sumbangsih sesuai kapasitas kita masing-masing dan untuk warga di luar Pondok, Media yang terbuka ini dapat menjadi dakwah kebaikan yang progresif
Di samping itu Interaksi yang baik dapat menjadi pengontrol dan majelis evaluasi yang baik pula, pengontrolan dan evaluasi berkala menjadi penting dalam sebuah lembaga karena menjadi ruh dari pergerakan yang dinamis, maju serta terarah sesuai nilai-nilai awal Pondok Pesantren Al-Ishlah didirikan ~tanpa takut kehilangan dan tidak sesuai zaman,
Semisal kegiatan Mudakarah ~Diskusi Ilmiah yang berbasis bacaan dan tulisan yang bertujuan agar lulusan Al-Ishlah dapat mempunyai kemampuan memproyeksikan ide di kepala mereka dengan baik, sehingga dapat menjadi mata air perubahan buat Lingkungannya,
Kegiatan yang diikuti kelas 2 MA ini baru diadakan lebih kurang dua tahun belakangan, tentunya haruslah dipantau dan dikoreksi terus menerus oleh berbagai pihak agar menemukan warna kebermanfataannya lebih luas lagi,
Di lain sisi, Guru-guru yang tidak sempat hadir tetapi mempunyai kapasitas serta kepedulian ~dengan perantaraan Media #website Al-Ishlah akhirnya dapat tetap memberikan sumbangsih berupa masukan dan kritikan tanpa terkendala tempat dan waktu
Dan yang lebih penting semangat dan nilai-nilai para sesepuh pondok dapat terus mengalir di dalam sanubari Santri Al-Ishlah karena pikiran dan hati mereka terdokumentasi dengan baik
~ Subuh tadi Ustadz Dawam menegaskan Pondok Pesantren Al-Ishlah dibangun atas dasar belajar dan mengajarkan, Soleh untuk diri sendiri dan Muslih atau peduli terhadap kebaikan umat,
Soleh didapatkan dari belajar serta membaca yang tidak berujung dan Muslih didapatkan dari interkasi dan kepedulian yang terus dipupuk
Hal ini sejalan dengan apa yang Ustadz Ahmad Thohir sampaikan juga dalam beberapa kesempatan, “Kita tidak dapat maksimal dalam mengabdi jika tidak mengetahui kapasitas diri dan tidak ada interakasi yang baik dengan lingkungan sekitar”,
Terakhir dari kami selaku Tim Redaksi Website Al-Ishlah menghimbau dan mengajak para Guru dan Alumni untuk saling bergembira mengisi tiap kolom di Website Al-Ishlah.
Salam Hangat
Tim Redaksi Website Al-Ishlah
Ahad, 19 Rajab 1443