SANTRI DAN SEBUAH HARAPAN UNTUK MASA DEPAN

Mengawali kisah ini saat masih menginjak bangku kelas 1 madrasah aliyah di Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan, saya bersama beberapa teman mencoba mengikuti ajang pertukaran pelajar ke luar negeri yang diadakan oleh AFS Intercultural Program yang merupakan organisasi pertukaran pelajar SMA ke luar negeri.  Sebagai seorang santri adalah menjadi hal luar biasa bagi saya bisa bertahan sampai pada seleksi ketiga yaitu karantina selama seminggu di Surabaya setelah lolos pada seleksi tes tulis dan wawancara.

Suatu ketika dalam sebuah forum saat proses karantina berlangsung para peserta diminta untuk menyebutkan alamat email masing-masing dan ironisnya hanya saya sendiri yang tidak mempunyai email atau lebih tepatnya saya tidak mengerti apa itu email. Tidak hanya berhenti pada kejadian email, ketidaktahuan saya juga berlanjut pada kejadian yang lebih memprihatikan. Di akhir acara karantina peserta diminta untuk melihat hasil seleksi melalui website dan sekali lagi saya tidak mengerti apa itu website. Sepulang dari Surabaya setelah proses seleksi tahap ketiga tersebut saya tertantang dan bertekad bahwa suatu saat saya ingin belajar di bidang teknologi informasi.

Kebodohan saya tentang dunia komputer pun masih berlanjut. Beberapa bulan setelah karantina di Surabaya, saya mendengar bahwa di desa tetangga terdapat orang yang menjual email dengan harga 10.000,-, anda bingung? Saya saat itu juga bingung dan butuh waktu 2 tahun bagi saya untuk paham bahwa orang tersebut tidak menjual email seharga 10.000,- tetapi membuka warnet yang tarifnya 10.000/jam dan bisa membuat email melalui warnet tersebut. Ironis memang.

Saya adalah seorang anak desa di sebuah kota kecil di Jawa Timur yang sejak sekolah menengah pertama sudah mondok di pesantren untuk menuntut ilmu agama. Teknologi informasi yang berkembang di lingkungan saya sangat terbatas. Sehingga bisa dipastikan saya dan banyak anak di lingkungan tersebut gagap teknologi.

Pada akhir kelas tiga madrasah aliyah saya masih menyimpan impian untuk kuliah di jurusan teknologi informasi karena kisah email dan website. Pada suatu kesempatan saya mengikuti Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Program beasiswa ini adalah kerjasama Kementerian Agama dan beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) saat itu seperti ITS, UNAIR, UGM, ITB, IPB, UIN Surabaya, UIN Semarang, UIN Yogyakarta dan UIN Jakarta. Tujuan dari PBSB adalah untuk membantu santri yang mempunyai prestasi untuk melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri dan nantinya diharapkan dapat pula mewarnai lingkungan kampus dengan ilmu agama yang telah ditimba di pesantren. Sudah 11 tahun beasiswa PBSB berjalan dan kerjasama Kementerian Agama dengan PTN dijalin dengan baik dengan beberapa kali melakukan bongkar pasang kerjasama PTN.

Bidang studi yang saya ambil saat itu adalah Teknik Informatika ITS Surabaya. Ya, Teknik Informatika yang merupakan jurusan paling favorit dan yang paling banyak peminatnya di ITS. Saya beranggapan bahwa ITS adalah salah satu kampus teknik terbaik di Indonesia. Saat itu saya sempat minder dengan jurusan yang saya ambil tetapi saya percaya dengan tekat kuat, usaha dan doa saya bisa mewujudkan impian saya belajar di bidang komputer agar saya tidak gagap teknologi. Selain itu, pada tahun sebelumnya terdapat kakak kelas saya yang sudah diterima di jurusan yang sama melalui jalur PBSB sehingga menumbukan semangat dan optimisme lebih besar.

Tahapan yang harus dilalui adalah seleksi berkas. Peserta harus terbukti seorang santri yang mukim di pesantren dan sedang menjalani studi kelas 3 SMA atau sederajat. Peserta juga menyerahkan salinan rapot sebagai bukti bahwa dia berprestasi di sekolahnya dengan menempati rangking 5 besar berturut-turut selama 3 tahun. Tahapan selanjutnya adalah ujian tulis yang dilaksanakan di setiap Kantor Kementerian Agama Propinsi. Materi tes meliputi Tes Skolastik, Tes Akademik, Tes Bahasa Inggris dan Tes Kepesantrenan.

Dua bulan setelah terlaksananya ujian tulis saya dinyatakan lolos sebagai penerima beasiswa dari Kementerian Agama. Saya mendapatkan beasiswa penuh selama 4 tahun yang meliputi biaya uang gedung, SPP dan uang saku yang saya terima setiap bulannya. Ini adalah anugrah yang luar biasa dalam hidup saya, sebuah harapan untuk menjadi lebih baik di masa depan. Tetapi perjuangan tidak sampai disitu, saya dihadapakan dengan matrikulasi yang diadakan ITS selama 2 bulan untuk mempersiapkan diri agar bisa bersaing dengan mahasiswa yang lainnya. Pelajaran yang diajarkan memang hanya 3 yaitu Matematika, Fisika dan Komputer tetapi di akhir matrikulasi akan dilaksanakan ujian akhir dan jika lulus ujian akan bisa langsung mengikuti perkuliahan pada tahun tersebut tetapi apabila tidak lulus maka akan menjalani matrikulasi tambahan selama setahun dan baru dapat mengikuti perkuliahan tahun selanjutnya itupun jika lulus ujian matrikulasi tahap 2 akan tetapi jika tidak maka akan dikeluarkan dari ITS dan alhamdulillah saya berhasil melaluinya dalam 2 bulan saja.

Setelah menamatkan pendidikan di ITS sesuai dengan kontrak awal saya harus kembali ke pesantren selama 3 tahun untuk mengamalkan ilmu yang saya dapatkan di kampus dan membangun pesantren saya menjadi lebih baik. Bukan perkara mudah untuk bisa kembali ke pesantren dan menjadi ustadz setelah lama hidup di kota dan melihat teman-teman yang mulai banyak bekerja di perusahan besar di Jakarta atau meneruskan pendidikan magister baik di dalam maupun di luar negeri. Tetapi saya sadar bahwa saya mempunyai hutang pengabdian yang jika tidak dilakukan akan berdosa dan bisa saja hidup yang nanti saya jalani menjadi tidak berkah.

Hanya butuh waktu sebentar untuk bisa beradaptasi di lingkungan pesantren karena bagi saya Pondok Pesantren Al-Ishlah merupakan rumah yang damai karena di sanalah saya telah menuntut ilmu selama 6 tahun. Saya bersyukur bisa kembali ke pesantren yang mulai mengingatkan kembali tentang pentingnya menutut ilmu agama, sholat berjama’ah, bermasyarakat, pendidikan pelajar dan sebagainya. Saya bersama kedua teman saya alumni PBSB IPB merupakan generasi kedua yang mendapatkan beasiswa dari Kementerian Agama dan memulai pengabdian pada tahun ajaran 2011/2012. Semasa menjadi ustadz atau abdi pesantren banyak hal yang kami lakukan untuk membuat pondok menjadi lebih baik. Mulai dari aturan ta’lim, keamanan, bahasa dan lainnya kami perketat khususnya bagi santri kelas 2 dan 3 Aliyah yang notabene merupakan santri paling tua agar menjadi santri yang lebih baik.

Sumbangsih yang dapat kami berikan pada masa pengabdian selain menjadi abdi pesantren kami juga turut aktif dalam kegiatan di madrasah aliyah sebagai guru dan pembimbing serta sering menemani santri yang akan mengikuti lomba baik tingkat propinsi maupun nasional. Kami juga setiap tahunnya mengadakan bimbingan dan tes TOEFL yang bekerja sama dengan UNESA Surabaya dan sempat mendatangkan native speaker dari Amerika dan Sudan yang sedang studi di Surabaya untuk datang ke Pesantren Al-Ishlah agar memotivasi para santri belajar bahasa arab dan inggris menjadi lebih semangat. Saking seringnya kami bersama banyak yang memanggil kami dengan panggilan ustadz QFC (Qomar Faqih Chirzin)

Selain itu, kami juga menjadi motivator dan pembimbing para santri kelas 3 Aliyah untuk bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri baik dengan biaya sendiri maupun dengan beasiswa dari pemerintah. Kami membimbing santri kelas akhir untuk memilih jurusan dan kampus yang cocok dengan kebutuhan dan bidang minat para santri dan juga menfasilitasi segala keperluan guna mencapai perguruan tinggi yang diinginkan. Kami juga mengundang para alumni yang telah berkesempatan melanjutkan ke perguruan tinggi untuk berbagi ilmu dan pengalaman kepada para santri.

Pasca 3 tahun mengabdi saya masih merasa nyaman hidup di pesantren dan akhirnya saya putuskan untuk melanjutkan pengabdian selama setahun lagi dengan mempersiapkan diri untuk mencari beasiswa magister. Bagi saya hidup adalah pilihan dan pilihan saya adalah menjadi orang yang bermanfaat. Saat itu pula saya mempunyai harapan bisa bermanfaat dalam dunia pendidikan. Sebenarnya banyak profesi yang bisa mengantarkan kita menjadi pribadi yang bermanfaat tapi dengan berkecimpung di dunia pendidikan saya yakin kesempatan itu akan sangat besar. Langkah awal untuk memulai cita saya adalah dengan melanjutkan ke jenjang pendidikan magister atau pascasarjana. Pendidikan yang tinggi memang bukan jaminan menjadi orang sukses tetapi pendidikan dapat memberikan pilihan hidup lebih baik kepada kita.

September 2015 saya mulai melirik beasiswa yang lagi ngetrend yaitu beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dari Kementerian Keuangan. LPDP menawarkan beberapa beasiswa antara lain Beasiswa Magister, Doktor, Tesis, Disertasi, Spesialis Kedokteran, Afirmasi dan Presidential Scholarship. Saya memilih untuk mengikuti beasiswa magister dalam negeri dan mulai melengkapi berkas persyaratan seperti Skor TOEFL ITP minimal 500, Menulis essay, surat rekomendasi, surat sehat dokter, SKCK Kepolisian, proposal tesis, rencana studi dan melakukan submit berkas online pada bulan Desember. Saya juga sering membaca blog para penerima beasiswa (awardee) LPDP dan berkonsultasi dengan beberapa teman yang sudah lolos beasiswa LPDP. kata awardee adalah sebutan untuk para penerima beasiswa yang diberikan oleh pemerintah Indonesia.

Setelah dua bulan pasca pendaftaran tepatnya pada awal Februari 2016 saya dinyatakan lolos tahap pemberkasan dan melanjutkan ke seleksi tahap 2 yaitu Seleksi Wawancara, Leaderless Grup Discussion (LGD) dan On the Spot Essay Writing. Saya hanya mempunyai waktu sebulan untuk melakukan persiapan seleksi tahap 2 yang pastinya akan sangat ketat persaingannya karena di sanalah berkumpul para pelajar berprestasi yang turut berpartisipasi dalam beasiswa LPDP. Selama sebulan penuh saya terus berlatih wawancara yang baik dengan banyak belajar dari blog para awardee, diskusi topik terhangat dan banyak menulis essay dengan sering membaca kabar di media massa.  Seleksi tahap 2 dilaksanakan selama 3 hari di gedung Kementerian Keuangan Propinsi di Surabaya.

Bulan Maret, tepat hari pengumuman kelulusan seleksi tahap 2 LPDP saya tidak pernah berhenti memandang smartphone  barangkali ada email masuk dari LPDP. Hari itu berasa sangat panjang sekali entah sudah puluhan kali saya melihat ponsel saya tetapi sampai malam hari pun tak kunjung ada sampai tepat pada jam 9 malam saya tertidur dan sejam setelahnya saya terbangun mendapati notifikasi email memberitahukan bahwa saya lolos beasiswa magister LPDP. Alhamdulillah dan saya pun melakukan sujud syukur.

Pada saat pendaftaran LPDP pilihan saya adalah Magister Ilmu Komputer UGM tetapi ketika dinyatakan lolos tahap 2 karena ada beberapa pertimbangan saya pun akhirnya merubah PTN dan prodi menjadi Informatika ITB. Boleh? Boleh saja tetapi dengan beberapa persyaratan salah satunya adalah saya harus mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) dari ITB. LoA adalah surat keterangan resmi bahwa kita telah diterima di PTN. Jadi misi selanjutnya adalah mendaftar Magister Informatika ITB pada bulan maret dan tes tulis pada bulan april.

Bulan April adalah adalah bulan yang sangat sibuk bagi saya. Selain disibukkan dengan pekerjaan membantu siswa kelas 3 Aliyah dalam mencari kampus saya juga harus membagi waktu belajar guna persiapan Tes TPA Bappenas di Malang untuk persyaratan S2 dan Tes masuk magister ITB di Bandung. Selain itu harus melakukan persiapan nikah juga 😀 Pernikahan saya sangat sederhana hanya akad dilanjutkan syukuran kecil di rumah, tidak ada pesta mewah dan saya bangga akan hal itu. Dalam Islam kita diperintahkan untuk mencari istri berdasarkan agamanya, kecantikannya, nasabnya, hartanya dan Alhamdulillah saya merasa mendapatkan itu semua ditambah istri saya mempunyai pribadi yang pandai, saya baru akan memulai kuliah magister dia bahkan telah menyelesaikan S2-nya di Universitas Negeri Malang. Alhamdulillah.

Seminggu setelah menikah saya ‘dipaksa’ ke Bandung untuk tes magister ITB. Siapa yang tak kenal kampus ITB alias Institut Teknologi Bandung. ITB adalah perguruan tinggi legendaris yang prestisius.  ITB merupakan gudangnya orang cerdas dan hebat. Banyak lulusan ITB yang bekerja di berbagai bidang bahkan menjadi Presiden Indonesia seperti Ir. Soekarno dan B.J. Habibie. Pertama kali menginjakkan kaki di halaman kampus ITB saya merasa sangat nyaman. Lingkungan mahasiswa yang antusias dalam belajar dan berlomba-lomba menjadi lebih baik ditambah dengan suasana dinginnya kota bandung membuat saya jatuh cinta pada kunjungan pertama.

Bulan Mei saya resmi dinyatakan lolos ujian masuk Magister Informatika ITB. Apakah selesai perjuangan saya? Ternyata saya membutuhkan waktu sekitar 2 bulan lagi untuk mengurus perpindahan PTN dari UGM ke ITB dan akhirnya pada akhir Juni saya baru mendapatkan surat kontrak dari LPDP sebagai sponsor yang akan membiayai kuliah saya selama 2 tahun yang meliputi : Dana Pendaftaran, Transportasi, Kedatangan awal, SPP, Uang saku,  Tunjangan buku,  Tunjungan keluarga, Bantuan penelitian tesis, Seminar internasional dan wisuda. Banyak sekali dana yang dikeluarkan oleh LPDP untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia  bahkan terdapat awardee yang dibiayai sebesar 1 miliar hingga lulus studinya. Luaarrr Biasa.. Terima kasih LPDP.

Program Beasiswa LPDP saat ini memasuki tahun ke-4 dan sudah membiayai ribuan awardee. Setiap awardee LPDP akan digembleng selama seminggu pada program Persiapan Keberangkatan (PK) di Wisma Hijau Depok untuk mendapatkan materi tentang kepemimpinan dan aspek-aspek lain untuk menjadi pribadi yang unggul dengan menghadirkan narasumber yang kompeten. Saya sendiri berada pada PK-71 dengan anggota sebanyak 131 awardee yang berasal dari berbagai propinsi melakukan PK pada akhir Juli 2016. Para alumni PK harus mengikuti program selanjutnya yang bernama Menyapa Indonesia (MI) yang fokus untuk membangun daerah tertinggal. Saat ini saya telah tinggal di Bandung bersama istri dan sedang menyelesaikan proses administrasi daftar ulang magister ITB. Pada tanggal 22 Agustus 2016 saya akan memulai kuliah Magister Informatika  saya pertama kali.

Saya merasa dimudahkan dalam proses mendapatkan beasiswa penuh S1 dan S2 dari pemerintah tidak terlepas dari doa orang tua dan para asatidz. Terima kasih saya sampaikan kepada Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ishlah K.H. Muhammad Dawam Saleh beserta para ustadz ustadzah dan segenap guru MA Al-Ishlah dan SMP Muhammadiyah 12 atas segala ilmu yang diberikan kepada saya, tanpa kalian saya bukan apa-apa. Terima kasih juga saya sampaikan kepada ustadz Aman Jami’in yang telah membantu saya mendapatkan beasiswa S1 ITS dan kepada ustadz Agus Salim yang telah membantu saya mendapatkan beasiswa S2 ITB. Syukron jazilan,  Jazakumullah khairan katsiran.

Ini adalah awal dari jejak saya dan saya akan terus membuat jejak-jejak lain yang lebih baik. Mari para santri Al-Ishlah gantungkan cita-citamu setinggi mungkin dan mulai berfikirlah tentang masa depanmu. Lakukan pengorbanan yang nyata untuk meraihnya. Saya mohon maaf atas segala kesalahan selama masa pengabdian.  SEE YOU ON TOP SANTRI AL-ISHLAH

Bandung, 5 Agustus 2016,
Faqih Hamami – faqih.hamami10@gmail.com
Guru dan Santri Pondok Pesantren Al-Ishlah
Awardee PBSB KEMENAG – S1 Informatika ITS
Awardee LPDP KEMENKEU – S2 Informatika ITB

2 thoughts on “SANTRI DAN SEBUAH HARAPAN UNTUK MASA DEPAN

Leave a Reply to Zakiyudin Hakim Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *