Karya santri Al-Ishlah bernama Habibi Syaifuddin Sofly, santri kelas 7E asal Surabaya
Awalnya aku mondok karena keinginanku sendiri. Aku tekatkan mencari ilmu di pondok agar jauh dari teman yang selalu mengajak aku bermain hp. Aku juga tidak ingin umiku selalu marah-marah melihatku bermain hp. Maka dari itu, aku tekatkan untuk mencari pondok.
Dalam pencarian itu, ku temukan nama Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung. Ternyata aku jatuh hati pada pondok pesantren Al-Ishlah. Aku menikmati sekali selama di pondok sampai akhirnya tiba bulan ramadhan.
Ramadhan di pesantren memang sangat berbeda dengan kegiatan sehari harinya di lain bulan ramadhan. Ketika hendak bangun tidur harus di bangunkan oleh kakak-kakak [OPPI] selepas bel untuk bangun.
Semua santri pasti terbangun oleh suaranya. Sambil mengantuk-ngantuk, aku berangkat mengambil makanan dengan cara mengantri. Jadwal makan selama Ramadhan berbeda dengan jadwal biasanya yakni hanya dua kali, waktu sahur dan berbuka.
Setelah makan, aku mandi supaya segar dan tidak ngantuk ketika membaca Al-Qur’an sebelum sholat shubuh berjamaah. Meski harus antri dulu dengan santri lain.
Setelah tiga minggu menjalankan Ramadhan dipondok, tibalah waktu liburan dirumah yang sudah aku nanti. Aku rindu orang tuaku dan adikku. Aku rindu masakan umiku, kalau masak hemmm……rasanya nikmat banget.
***
Ku segera mandi dan mencuci baju-bajuku. Meski tinggal sepuluh hari puasa dirumah, tapi aku menikmati sekali masakan umi yang aku rindukan. Berbeda saat di pondok, saat mau sahur aku dibangunkan sama umiku untuk makan terlebih dahulu. kemudian seperti saat di pondok, aku mandi agar lebih segar badanku untuk melakukan ibadah shalat subuh.
Ternyata rasa kantuk justru datang setelah subuh, tak panjang lebar, aku pun tidur sejenak. Bangun-bangun, aku memutuskan utuk bermain dirumah tetangga bersama kakak tetangga hingga tiba pukul 12.00 aku berhenti dan menunaikan ibadah shalat dhuhur. Begitupun ketika ashar datang.
Tak terasa adzan magrib berkumandang, aku cepat-cepat untuk membatalkan puasa dengan memakan takjil secukupnya dan bergegas melaksanakan sholat maghrib. Seperti di pondok, aku makan setelah maghrib dan berlanjut sholat isya’ dan tarawih berjamah bersama kakak tetangga di masjid sekitar. Selesainya itu, aku bermain lagi sebentar di rumah tetangga dan ketika selesai langsung pulang untuk tidur agar tidak telat sahur.
Liburanku hanya aku isi dengan aktivitas di masjid dan di rumah. Meski begitu, aku menikmatinya. Semoga Allah selalu memberi kesehatan pada keluargaku sehingga bisa bertemu lagi dengan bulan Ramadhan di tahun yang akan datang.
Pesanku, ternyata mondok itu enak teman. Banyak manfaat yang bisa aku dapat. Aku bisa mandiri dan bersifat lebih dewasa. Semoga kelak aku bisa membahagiakan orang tuaku dan adekku. Tidak ada kebahagiaan selain melihat abi dan umiku tesenyum.
Editor: Afiruddin