Problem Pendidikan Kita: Krisis Relasi Guru dan Murid di Sekolah

Salah satu pokok pembahasan dari makalah terpilih yang dipresentasikan dalam Workshop Pemikiran dan Peradaban Islam PKU Angkatan XVII Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor yang diadakan di Pondok Pesantren al-Ishlah (29/10/23) adalah tentang problem Pendidikan. Hal itu disampaikan oleh pemakalah I, Jalaluddin, S.Pd., yang mengangkat tema Krisis Relasi Guru dan Murid di Sekolah (Ditinjau dari Pandangan Imam Badruddin Ibn al-Jama’ah).

Dalam dunia Pendidikan sekarang ini, relasi guru dan murid di sekolah-sekolah telah mengalami krisis, di antaranya disebabkan oleh fokus dan tujuan murid belajar yang tidak dimaksudkan untuk belajar sungguh-sungguh mencari ilmu dan ridha Allah. Mereka belajar kebanyakannya untuk tujuan kerja dan hal instant lainnya yang bersifat duniawi. Sehingga, alih-alih murid belajar dalam ketaatan dan perhatian terhadap mata pelajaran yang disampaikan oleh guru, murid justeru cenderung apatis, tidak fokus dan tidak mempersiapkan diri untuk belajar. Inilah yang dalam makalah yang disampaikan oleh pemateri I sebagai krisis. Karena berakibat pada krisis akhlak, krisis semangat belajar, krisis takzhim kepada guru. Akibat lanjutannya di masa depan adalah dapat menghilangkan keberkahan ilmu.

Terkait dengan hal di atas, sangat relevan sambutan yang disampaikan oleh Drs. KH. Muhammad Dawam Saleh, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan. Alumni Gontor ini menyampaikan bahwa ada enam esensi keberhasilan Gontor yang ditiru di Al-Ishlah. Enam hal ini ditiru sebagai fondasi dalam mendidik santri agar memiliki relasi yang bagus dan takzhim dengan guru-gurunya. Enam esensi keberhasilan Gontor tersebut adalah Pertama, Berasrama. Santri harus tinggal di asrama, agar dapat dididik selama 24 jam. Kedua, Keseimbangan ilmu agama dan umum. Santri harus memiliki ilmu pengetahuan yang berimbang. Kesetimbangan dalam penguasaan ilmu pengetahuan diharapkan menjadi pola berimbangnya sikap mereka terhadap dunia dan akherat, sebagaimana diajarkan oleh al-Qur’an.

Ketiga, Aktif berbahasa. Di Al-Ishlah diajarkan aktif berbahasa Arab, Inggris dan Indonesia. Tidak diperkenankan berbahasa daerah. Hal ini untuk memberikan bekal berbahasa kepada santri agar mampu membuka jendela dunia. Selanjutnya, agar mereka belajar menjadi orang Indonesia yang baik. Sebab, di Al-Ishlah santri-santrinya tidak hanya berasal dari wilayah yang berbahasa Jawa saja. Santri dalam hal ini dilatih berbahasa persatuan Indonesia. Keempat, Disiplin. Santri dilatih disiplin, sebab disiplin adalah kunci kesuksesan. Kelima, Ekstra kurikuler (kepemimpinan, keorganisasian). Santri dilatih dengan kegiatan berorganisasi dan kepemimpinan agar siap ketika terjun di Masyarakat. Terakhir, Kualitas dan fokus pemimpin Pondok (uswah ilmu amal dan ibadah). Pemimpin pondok harus memberikan contoh dalam ilmu, amal, dan ibadah kepada santri-santrinya.

PKU atau Program Kaderisasi Ulama merupakan salah satu program yang diadakan oleh UNIDA Gontor bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dimulai sejak tahun 2008. Salah satu tujuan program ini adalah untuk mencetak generasi ulama di tengah kelangkaan ulama di Indonesia. Sekaligus untuk mencetak intelektual sebagai generasi garda depan dalam menghadapi tantangan zaman. Baik tantangan secara internal maupun eksternal. Salah satu tantangan utamanya di zaman sekarang adalah kemalasan serta kejumudan dalam berpikir, baik terkait ilmu pengetahuan umum maupun agama.

Program PKU ini mendapatkan pendampingan dari dosen pembimbing khusus. Salah satu yang ikut mendampingi ke Ponpes Al-Ishlah, adalah Dr. Muhammad Latief, M.A., dosen UNIDA Gontor.

“Kedatangan rombongan kami di Ponpes Al-Ishlah ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk saling tukar pikiran, serta menambah wawasan kami dalam mengarungi samudera ilmu pengetahuan” ungkapnya.

Dalam sambutannya, Latief meminta do’a restu dari Pengasuh Ponpes Al-Ishlah untuk melanjutkan perjalanan dakwah di wilayah lainnya. Dia juga berharap agar program PKU ini dapat menjadi salah satu agenda yang bermanfaat untuk kemaslahatan umat.

Di samping tentang Krisis Relasi Guru dan Murid, pemateri lainnya mengangkat tema yang tak kalah menariknya. Muhammad Fajar Adyatam, S.Pd., membahas tema Makna dan Fungsi Qawwam Perspektif Mufassir Perempuan. Program PKU kali ini juga menghadirkan dua pemateri dari STIQSI Lamongan, yang diwakili oleh Aisyatul Ummah, S.Ag. dan Eva Naria, S.Ag. Materi yang dibawakan juga sangat menarik, yakni Makna Basmallah Perspektif Tafsir al-Sha’rawi dan Dzikir sebagai Kesadaran Tauhid.

Dr. Latief mendapatkan kesan bagus terhadap keempat materi yang disampaikan. “Materi pembahasan yang disampaikan oleh para pemateri sangat bagus serta menarik untuk dikaji dan didiskusikan lebih lanjut. Pembahasan seperti ini, tantangannya adalah terkait dengan turats sebagai referensi ilmu pengetahuan. Turats sedikit banyak telah ditinggalkan. Maka, mari kita kembali kepada turats yang ditulis oleh ulama terdahulu”, pungkas Dr. Muhammad Latief, M.A.

Reporter dan Editor: Fani Firda Yuniarti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *