Memahami Konsep (Tasawwur) Tentang Allah

(Disadur dari Kuliah Subuh Kiai Dawam Saleh: Bagian Satu)

Kamis, 2 September 2021/24 Muharam 1443 H

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ

Bagaimana kita menggambarkan Allah? Dalam pikiran kita seolah-olah Allah ada di sini, dekat dengan kita, tapi tidak bisa dilihat, karena apa? Allah itu Mahabesar. Sekaligus Allah ada di langit ke-7 sana, mengetahui apa yang terjadi di Amerika, sekaligus tahu titik-titik di Eropa, benua mana saja Allah sekarang tahu.

Sekarang ini di sini, detik ini, apa yang di Australia, di London, di gunung sana, Allah mengetahui semuanya. Jadi kalau kita bisa lihat tidak mungkin. Wong Allah wasii‘ussamaawaati wal ard (luas-Nya meliputi langit dan bumi). Bahkan dalam al-Qur’an itu disebutkan:

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.[1]

Seperti itulah otak kita ini, terbatas. Bisa saja sekarang ini berfikir ada di langit atas sana. Kalau Allah bukan hanya berfikir tapi sekaligus mengetahui seluruh yang terjadi, sebelum ada Nabi Adam dulu, hingga sekarang ini.

Dalam Qs. Al-Baqarah ayat 186, “Kalau kamu ditanya wahai Muhammad oleh hamba-hamba-Ku tentang Aku (tentang Allah). Jawablah aku itu dekat, dekat sekali denganmu”. Itulah qariib (dekat). Bahkan disebutkan dalam Al-Qur’an juga Allah lebih dekat dari urat leher kita sendiri.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ ۖوَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ

Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.[2]

Loh, coba kurang apa lagi. Jadi kalau kita gambarkan Allah itu ada di sini, sekarang ini, tapi tidak bisa dilihat. Maka sebenarnya bukan di– tapi me-. Kalau yang ada di sini bisa kita lihat, tapi Allah lebih dekat dari diri kita sendiri. Dan yang menciptakan kita, yang menjadikan di sini ada masjid, ada sinar, seluruhnya adalah Allah.

Dan Allah mendengar apa yang kita ucapkan dengan suara maupun yang ada dalam batin kita sendiri. Sekarang apa  yang dibatin oleh orang uangku di rumah Allah dengar. Itulah Allah. Gambaran Allah seperti yang diterangkan dalam Al-Qur’an:

 هُوَ الْاَوَّلُ وَالْاٰخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.[3]

Allah adalah yang paling pertama, sejak belum ada apa-apa di dunia ini, dan yang terakhir yaitu nanti setelah semuanya hancur Allah tetap ada. Dan mengetahui yang lahir maupun yang batin.

Jadi kalau kita salat malam, jam dua sendirian, itu tidak ada orang yang tahu, tapi yang tahu hanya Allah dan kita sendiri. Dan Allah tidak bisa diharapkan oleh kita supaya nampak, kalau nampak berarti kecil (terbatas). Kalaupun Allah ingin menampakkan sesuatu, maka Allah mengirim utusan-Nya; malaikat.

Seumpamanya kalau terjadi keanehan-keanehan, harus diyakini bahwa Allah membuat seluruhnya ini melalui hukum-hukum-Nya. Hukum alam yang masuk akal. Umpamanya, “Ya Allah, saya minta uang”, cara Allah menjawab tidak langsung. Jawabannya tergantung pada Allah.

Kita tidak bisa memaksa Allah. Kalaupun menjawab, itu melalui hukum alam-Nya, tidak kemudian tiba-tiba dari langit turun uang seratus ribu di hadapan kita. Kalaupun ada, mungkin seumur manusia sejak zaman Adam, terjadi sekali dua kali saja.

Seperti yang terjadi pada Siti Maryam. Sejak kecil selalu di masjid saja, tiba-tiba tempat di sampingnya, ada makanan terus setiap hari. Kecuali itu. Kalau ada lagi, pembakar (api) itu pasti membakar. Itu hukum Allah. Kalau tidak membakar hanya sekali dua kali saja, misalnya, Nabi Ibrahim.

Nabi-nabi lain juga kalau terkena akan terbakar juga, termasuk Nabi Muhammad. Beliau menyiarkan Islam juga tidak dengan enak-enakan sambil tidur, tapi dengan perjuangan, mati-matian, berperang, diusir, dihina, dilempar batu dan seterusnya.

Allah dekat sekali dengan kita, tahu apa yang kita lakukan. Kita gambarkan saja Allah di mana, di depan, di samping, di belakang, di atas, di bawah kita semuanya Allah. Seolah-olah ada di sana tapi tidak kelihatan. Begitulah kita menggambarkan Allah. Ada di dalam pelajaran Islam, iman dan ihsan.

Apa artinya ihsan itu? Kalau Islam itu melaksanakan rukun yang lima, iman itu mengimani rukun yang enam, sedangkan ihsan itu engkau menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya. Walaupun tidak mungkin kamu melihat, kecuali dalam hadis.

Tapi yakinlah bahwasanya Allah melihatmu (an ta‘budallaha ka’annaka taraahu fa’in lam takun taraahu fa’innahuu yaraaka). Orang yang berbuat lebih baik daripada sekadar iman, islam yaitu ihsan. Ihsan itu bagaimana engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya.

Seolah-olah ada di depan kita sekarang ini, bahkan tidak hanya di depan kita tapi di dalam hati kita, tubuh kita ada Allah. Akan tetapi, karena besarnya Allah tidak mungkin bisa dilihat oleh mata kepala, kalau bisa dilihat berarti kecil. Inilah cara menggambarkan Allah yang benar.

Allah pada detik ini ada di sini, sekaligus ada di sana, Amerika, Eropa, Afrika dan mengetahui seluruhnya. Allah tahu seluruh malaikat yang ada di atas sana, sekaligus tahu apa yang terjadi sejak zaman sebelum  Nabi Adam atau orang yang sudah meninggal semuanya.

Jadi tidak bisa digambarkan, lebih-lebih kalau dilihat dengan mata kepala. Begitulah cara mengimani Allah. Jadi tergantung pada kita sendiri. Karena begitu maka banyak orang yang tidak percaya dengan adanya Allah yaitu orang ateis dan kafir.

Demikianlah.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


[1] Al-Qur’an, 2: 186.

[2] Al-Qur’an, 50: 16.

[3] Al-Qur’an, 57: 3.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *