Kebenaran Iman ‘Tiada Tuhan Selain Allah’ #8

Oleh The Voluntaryst (Tim Pencatat Kuliah Subuh)

(Disadur dari Kuliah Subuh Kiai Dawam Saleh: Bagian Delapan)

Senin, 30 Agustus 2021/21 Muharam 1443 H

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ

Allah menguasai seluruh alam semesta dan mengetahui segalanya. Jadi kita tidak perlu takut. Takut apa? Tidak diketahui oleh Allah. “Allah di mana?”, tidak perlu bertanya begitu. Karena Allah dengan seluruh yang ada ini, bukan berada di mana, tapi mengetahui, menguasai sampai hal yang terbatin, tidak diketahui oleh orang lain, hanya kita sendiri yang tahu.

Kalau siapa saja berdoa malam-malam sendirian di kamarnya sendiri, ada orang-orang entah di mana, kamu semuanya, lalu jam satu atau dua malam bangun dari tidur kemudian salat dan berdoa, tidak perlu takut tidak diketahui oleh Allah, pasti diketahui oleh Allah. Allah dekat di situ.

Kita berdoa meskipun tidak dengan suara, dalam hati kita, Allah Mahatahu. Jadi Allah mengetahui apa yang sekarang ada dalam hati orang Amerika, sekarang sedang apa, yang diucapkan dalam hatinya. Apa yang diucapkan orang Cina, yang dikatakan, semuanya tahu. Dan masing-masing dalam kekuasaan Allah.

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ

Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya.

Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar.[1]

Jadi kita tidak perlu takut. Hanya Allah yang Mahamemelihara, Mahamengawasi, Mahamenciptakan, Mahamengubah, Mahamematikan. Jadi yang mengubah nasib, memberi rezeki, sejatinya adalah semuanya dari Allah.

Maka dalam surat Al-Fatihah ada “الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ” (Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam). Itu tauhid rububiyyah. Rabbil ‘alamin adalah pemiliknya, penguasanya, penciptanya, pemeliharanya alam semesta.

Setelah itu kita harus bertauhid uluhiyyah. Apa tauhid uluhiyyah yang disebutkan dalam Al-Fatihah? Yaitu “إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنَ” (Hanya pada-Mu kami menyembah dan hanya pada-Mu kami meminta pertolongan). Yaitu penyembahan.

Kalau dalam Islam menyembah itu terutama dalam salat. Salat itu menghadap kepada Allah. Sementara menghadap Kakbah hanya alat saja. Jadi bukan berarti menyembah Kakbah. Kemudian tawaf di Kakbah bukan untuk menyembah Kakbah tapi sekadar mengikuti tuntunan Rasulullah Saw. untuk mengingat Allah. Jadi kita menghadap ke kiblat bukan menyembah kiblat tapi sebagai perantara saja.

Allah itu tidak ada arahnya, selatan atau utara, di atas atau di mana. Beribadah (إِيَّاكَ نَعْبُدُ) melalui salat, haji, berpuasa, berzakat atau bersedekah semuanya adalah lillahi (untuk Allah).

Disebutkan setelah itu, “نَسْتَعِيْنُ”, itu permintaan tolong. Apa artinya “إِيَّاكَ”? Hanya kepada-Mu. Jadi boleh “إِيَّاكَ نَعْبُدُ”, boleh “نَسْتَعِيْنُ إِيَّاكَ”, tapi kata “إِيَّاكَ” didahulukan. Karena apa? Diutamakan. Artinya hanya kepada-Mu lah kami menyembah.

Jadi kalau bahasa itu biasanya menunjukkan lebih utama. Umpamanya, “Saya pergi ke Surabaya”, itu yang pertama “pergi”, “ke Surabaya”-nya kedua. Kalau saya katakan “Ke Surabaya saya pergi”, “ke Surabaya”-nya itu diutamakan. Jadi “Ke Surabaya saya pergi”. Sama dengan tadi, “إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنَ” (Hanya pada-Mu kami menyembah dan hanya pada-Mu kami meminta pertolongan).

Menyembah dan meminta pertolongan disebutkan keduanya, tidak hanya menyembah saja. Karena kenyataannya sampai sekarang, bahkan orang Islam, yang juga mengaku Islam, sudah “إِيَّاكَ نَعْبُدُ” tapi belum “إِيَّاكَ نَسْتَعِيْنَ”. Setiap orang sudah salat lima waktu, rajin berpuasa Senin-Kamis, puasa wajib, puasa sunah, tapi apa? Ketika meminta pertolongan kepada Allah, ketika rezekinya jatuh, sakit, ketika kecelakaan, tiba-tiba “نَسْتَعِيْنُ”-nya kepada dukun.

Pergi ke dukun meminta tolong “Wahai Mbah dukun, tolongah. Bagaimana rezeki saya bisa kembali supaya saya tidak bangkrut.” Perginya ke dukun, bahkan ada yang ke kuburan-kuburan, meskipun itu kuburannya wali, kuburannya nabi, kuburannya siapa saja.

Tidak hanya menyembah Allah. Hanya kepada Allah meminta tolong. Bagaimana kalau minta pertolongan? Hal ini telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an:

 وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ

Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,

Juga ada caranya meminta tolong kepada Allah. Pertama sabar, kedua dengan salat. Jadi salat itu merupakan permintaaan tolong. Sabar itu bagaimana? Sabar bekerja, sabar menerima musibah, sabar dalam menjalankan ketaatan-ketaatan kepada Allah.

Jadi sabar bukan kalau ada orang Islam yang pergi ke dukun, ke kuburan-kuburan, ke buhul-buhul. Itu sebenarnya ke jin. Itu tidak sabar. Begitulah tauhid uluhiyyah. Disingkat dengan “نَعْبُدُ وَنَسْتَعِيْنَ” (kami menyembah dan meminta pertolongan).

Karena uluhiyyah itu artinya sesembahan. Kalau “رَبٌّ” penciptaan, pemeliharaan atau pemusnahan. Apa bedanya rabb dengan ilah? Seperti itu tadi, kalau ilah itu sesembahan.

Banyak orang yang tidak percaya tauhid rububiyyah tapi tidak tauhid uluhiyyah-nya. Termasuk umat Islam sendiri. Kita, anak-anakku semuanya, supaya tetap mengerti ini. Dan sampai “نَعْبُدُ وَنَسْتَعِيْنَ” itu betul-betul “إِيَّاكَ نَعْبُدُ”. Hanya kepada-Mu ya Allah, jangan sampai ke lain-lain.

Demikianlah.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


[1] Al-Qur’an, 2: 255.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *