Kebenaran Iman ‘Tiada Tuhan Selain Allah’ #7

Oleh The Voluntaryst (Tim Pencatat Kuliah Subuh)

(Disadur dari Kuliah Subuh Kiai Dawam Saleh: Bagian Tujuh)

Sabtu, 29 Agustus 2021/20 Muharam 1443 H

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ

Keberadaan Tuhan hanyalah satu. Ini menurut kita yang benar. Dan menurut para nabi-nabi yang benar Tuhan hanya satu yaitu Allah Swt. Tidak bisa dilihat oleh mata kepala (الْأَبْصَارُ). Dan Allah melihat apa saja yang kita lihat. Bukan hanya melihat, tapi menguasai, menciptakan.

Kita tidak bisa membayangkan atau menggambarkan bagaimana kursi Allah Swt. Karena Dia tidak memberikan gambaran kursi-Nya seperti kursi kita, hanya namanya saja kursi atau ‘Arsy. Kemudian disebutkan dalam Al-Qur’an wasi’a kursiyyuhussamaawaati wal ardhi.

Jadi wasi’a itu luas tapi di sini ada maf’ul bih-nya yaitu assamawaati wal ardhi. Jadi kursi-Nya itu meluas seluas langit-langit tujuh. Apalagi yang di atas langit ketujuh kita tidak bisa menggambarkan karena otak manusia terbatas.

 هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوٰٓى اِلَى السَّمَاۤءِ فَسَوّٰىهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ ۗ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ

Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.[1]

Setelah langit ketujuh tidak bisa membayangkan. Dan Allah Swt. tidak bisa dilihat. Dia tidak seperti apapun. Tidak merah ataupun putih. Karena jika begitu akan seperti makhluk semuanya yang memiliki warna seperti merah, putih, kuning atau hijau. Allah Swt. yang menciptakan semuanya.

Jadi tidak mungkin Allah Swt. bisa dilihat seperti apa. Dan Allah Swt. mengetahui apa saja yang ada di bumi. Bukan hanya diketahui saja, bahkan juga dikuasai.

Jangan sampai kita memiliki anggapan Allah Swt. tidak tahu. Jadi, umpamanya kamu bangun malam-malam pukul satu atau tiga pagi, yang lain tidur semuanya, apa yang kamu kerjakan Allah Swt. tahu. Apa yang dikerjakan oleh setiap manusia di bumi ini, dirasakan, atau doa tak bersuara, umpamanya, Allah Swt. tahu. Ketika kamu sendirian, di mana saja, tidak ada orang lain yang tahu, tapi Allah Swt. tahu.

يٰبُنَيَّ اِنَّهَآ اِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِيْ صَخْرَةٍ اَوْ فِى السَّمٰوٰتِ اَوْ فِى الْاَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَطِيْفٌ خَبِيْرٌ

(Lukman berkata), ”Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Mahahalus, Mahateliti.[2]

Apapun, sekecil apapun suatu perkara, benda dan sebagainya yang ada di langit jauh di sana, di bumi sana, di Amerika, Eropa, Afrika ada satu daun yang terjatuh, Allah Swt. mengetahui.

Berbeda dengan makhluk-makhluk ciptaan-Nya yang lain, seperti malaikat. Mereka tidak tahu. Seperti kita ini, hanya saja tidak mempunyai badan. Jin juga demikian. Jadi yang tahu adalah Allah Swt. Inilah yang layak kita sembah. Inilah yang namanya tauhid rububiyyah.

Tauhid itu artinya mengesakan, berasal dari kata bahasa Arab “وَحَّدَ-يُوَحِّدُ-تَوْحِيْدًا” yang artinya menyatukan. Kata ar-rububiyyah artinya adalah penciptaan, pemeliharaan, pemusnahan. Kita sebagai orang-orang yang beriman akan adanya tauhid rububiyyah bahwa yang menciptakan, mengawasi, memelihara, memusnahkan, mematikan, seluruhnya adalah Allah Swt. Inilah yang namanya tauhid rububiyyah.

Setelah beriman tauhid rububiyyah, kita perlu akan tauhid uluhiyyah. Uluhiyah artinya penyembahan, tetapi kenyataannya manusia, bahkan orang Islam sendiri sesudah bertauhid rububiyyah, masih belum bertauhid uluhiyyah. Menyembah kepada Allah Swt. tapi belum bertauhid uluhiyyah.

Bagaimana menyembah dengan bertauhid uluhiyyah? Menyembah itu memuji, membesarkan, meminta, membebaskan dan menyucikan. Sehingga yang namanya menyembah tasbih, tahmid dan takbir.

Bagaimana buktinya dalam bentuk kenyataan, dalam tingkah laku yang nyata? Banyak manusia yang belum bertauhid uluhiyyah meskipun sudah bertauhid rububiyyah. Kalau orang dalam keadaan susah, bahkan orang Islam, meminta-minta pada selain Allah Swt. Meminta-minta kemudahan kepada jin atau dukun. Itu namanya masih musyrik. Masih belum bertauhid uluhiyyah.

Dalam Al-Qur’an  juga disebutkan:

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ مَّنْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ اللّٰهُ ۗقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ۗبَلْ اَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, ”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab, ”Allah.” Katakanlah, ”Segala puji bagi Allah,” tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.[3]

Penduduk Mekah menyembah berhala-berhala, patung-patung di sekitar Kakbah, sekitar 360 jumlahnya. Meminta-minta, memuji-muji kepada patung. Mereka menyembah berhala-berhala untuk menggambarkan Allah Swt. supaya dekat. Karena kalau tidak ada gambaran tidak bisa terpahami oleh otak, pikiran, atau masuk ke dalam hati. Berhala hanya untuk menggambarkan Allah Swt. supaya dekat. Ini keliru.

Nabi Ibrahim a.s. juga demikian, di negeri Babilonia, di alun-alun ribuan jumlahnya patung-patung. Mereka ada yang menyembah matahari, bulan, bintang-bintang lewat patung. Kemudian menyembah patung-patungnya orang yang sudah meninggal, orang yang dianggap wali, nabi juga dipatungkan seperti manusia, bahkan seperti binatang sapi.

Disembah-sembah patung sapi (al-‘ijl) atau anak sapi, betul-betul terjadi. Mereka seluruhnya disebut musyrik, artinya menyekutukan, berasal dari kata “شَارِكٌ” atau “شِرْكٌ” yang sebenarnya artinya sekutu atau teman. Sekutu artinya ada sesuatu yang lain, misalnya “أَنَا أُشَارِكُكَ” (Saya menemanimu). Syirkah juga persekutuan, perkumpulan, saling bekerja sama.

Orang yang musyrik itu artinya ia yang memiliki sekutu/teman selain Allah Swt./menyekutukan-Nya. Inilah kekeliruan. Kita jangan sampai meniru-niru yang demikian. Kita sudah diberi jalan oleh Allah Swt. melalui Rasulullah Saw., Al-Qur’an, hadis, bagaimana supaya tauhid uluhiyyah yaitu cukup dengan salat.

Kalau kita meminta apa-apa kepada Allah Swt., tidak perlu meminta ke berhala, dukun-dukun, kuburan-kuburan. Kita cukup salat. Sudah ada aturannya. Cukup salat dan berdoa.

Baik, demikianlah.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


[1] Al-Qur’an, 2: 29.

[2] Al-Qur’an, 31: 16.

[3] Al-Qur’an, 31:25.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *