Ikhlas, Disiplin dan Kerja Keras Maksimal

Perempuan bersahaja, namun berhati baja ini adalah sosok penting di Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan Jawa Timur. Beliau memilki peran yang sangat penting dan menentukkan arah visioner pendidikan dan wajah Al-Ishlah. Beliau adalah Bu Nyai Hj. Mutmainah, Isteri KH. Muhammad Dawam Saleh, pendiri dan pengasuh Al-Ishlah.

Sebagai anak pertama, beliau dididik dengan sangat disiplin dalam ilmu-ilmu agama. Mutmainah kecil di waktu pagi hingga siang sekolah di Madrasah ibtida’iyah Muhammadiyah (MIM) di desa asalnya. Sorenya, belajar mengaji Al-Qur’an, Tauhid, dan Fiqih dasar dari kakek dan bapaknya, di masjid yang dikelolah sendiri oleh kakek dan bapaknya. Selepas dari MIM, bu Nyai penyuka lalapan daun singkong  rebus ini, melanjutkan sekolah ke Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah dan Pendidikan Guru Agama (PGA) Muhammadiyah di desa sebelah yaitu di Pekalongan.

Setelah itu, karena keinginannya yang besar untuk melanjutkan pendidikannya serta juga atas dukungan dari bapaknya yang sangat mencintai ilmu, Mutmainah muda melanjutkan kuliahnya di Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN, sekarang berubah menjadi Universitas Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beliau tamat dari IAIN pada tahun 1989. Setahun sebelum kelulusannya, dia dipersunting  oleh KH. Muhammad Dawam Saleh sebagai isteri.

Mutmainah muda adalah mahasiswi yang haus ilmu, pengalaman akademik dan non-akademik, serta organisasi. Tak ayal, semangatnya dalam belajar di atas rata-rata teman-temannya.beliau juga sangat aktif dalam kegiatan intra kampus, yaitu Senat Mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Keaktifan dalam bidang akademik dan non-akademik ini membuat beliau terlatih dan terbiasa berpikir serta bekerja dalam segala situasi. Pengalaman non-akademik berupa organisasi beliau asah dalam keaktifannya sebagai anggota dan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat. Jabatan terakhirnya adalah sebagai Ketua Korps HMI-wati (KOHATI) HMI Cabang Ciputat.

Keaktifannya di berbagai bidang baik akademik maupun non-akademik serta organisasi ini membuatnya memiliki jaringan yang cukup luas. Ketika beliau setelah menikah harus tinggal bersama suami di desa Sendangagung, pengalaman dan jaringan beliau ini sungguh sangat bermanfaat. Sebenarnya, jaringan inilah yang juga menjadi wasilah dirinya menjadi isteri seorang kiai. Adalah salah seorang temannya yang bernama Aman Nadhir Saleh (Alm) menjadi mak comblang, yang tak lain juga merupakan adik kandung kiai Muhammad Dawam Saleh.

Hidup dalam lingkungan pesantren adalah suatu yang tak pernah diimpikan, dicita-citakan dan diduga sama sekali oleh Bu Nyai Mutmainah. “Saya tidak pernah mondok dan mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren. Saya harus memulai hidup dengan pengalaman baru sebagai isteri seorang kiai dengan segala konsekuensinya. Tetapi, saya yakin bisa. Saya yakin dapat belajar dengan cepat. Saya yakin dapat berinteraksi dengan para pemangku Pondok, dengan asaatidz dan ustadzaat.” Pengalaman beliau secara akademik dan non-akademik serta beroganisasi adalah bekal yang cukup penting dalam upaya beliau menempa dirinya hidup dalam lingkungan Pondok Pesantren.

“Saya merasa hidup di Pondok ini indah dan penuh kebersamaan  dalam suasana saling belajar dan mengingatkan. Yang saya rasakan, yang belajar dari interaksi ini bukan hanya santri, tetapi juga para asaatidz dan ustaadzat: bersikap, disiplin, berkomunikasi,  menyelesaikan masalah. Benar-benar suasana yang nyaman dan akrab.”

Selama 30 tahun mendampingi kiai Dawam mandegani Pondok Pesantren Al-Ishlah, belaiu telah belajar banyak hal. Termasuk nilai-nilai yang harus diterapkan untuk sebuah kemajuan dan keberkahan sebuah lembaga pendidikan. Sebagai seorang isteri dan orang yang harus membatu semua urusan menyangkut  kepondokan, beliau terus berusaha menerapkan nilai keikhlasan, kedisplinan dan kerja maksimal secara lahir batin.

Seorang isteri kiai, kata beliau, harus mampu mandiri, karena tidak boleh mengharap apapun apalagi menuntut suami untuk menyediakan kemewahan materi. Harapan dan tuntutan terhadap materi itu akan mengurangi keikhlasan. “Yang menjadi prinsip saya dalam bekerja adalah mengerjakan secara maksimal apa yang memang menjadi amanah dan tanggung jawab. Juga, membiasakan diri untuk hidup disiplin: ibadah, bekerja, keluarga, dan interaksi sosial dengan guru-guru, santri-santri, wali santri serta seluruh pemangku wewenang dan tugas di Al-Ishlah dan masyarakat sekitar serta seluruh jaringan yang terkait dengan Al-Ishlah.

“Apa yang saya rasakan, pikirkan dan lakukan terkait Pondok Pesantren kita tercinta ini adalah kita harus memiliki prinsip tambahan, yaitu kerjasama dalam sistem”. Sebuah institusi yang maju dan sukses, menurut beliau, sebuah institusi yang memiliki sistem organisasi, sistem koordinasi, sistem perencanaan kerja, serta sistem evaluasi dan kontrol yang disiplin dan teru- menerus. Ketika sistem ini berjalan dengan baik, maka semua masalah akan dapat diselesaikan dengan mekanisme yang jelas. Siapapun yang diberi amanah untuk melaksanakan sebuah tugas pondok, dengan sistem yang ada, maka setiap orang bekerja dengan prosedur yang jelas dan terukur.

Oleh karena itu, kata beliau, di Al-Ishlah penerapan sistem  diharapkan  dapat dijalankan dengan baik secara terus menerus. Pendidikan  terhadap santri-santri, terutama pengurus organisasi Pelajar Pondok Pesantren Al-Ishlah (OPPI) dan Badan Eksekutif  Siswa Al-Ishlah (BESMA) meliputi pembelajaran berorganisasi dan bekerja berdasarkan sistem ini. Pendidikan  secara keseluruhan  untuk santri-santri di Al-Ishlah ini memang sangat eratterkait  dengan belajar  ilmu pengetahuan, belajar berorganisasi, dan belajar berinteraksi dengan siapapun dan lembaga apapun. Untuk kepentingan tersebut, menurut Bu Nyai  Mutmainah, bekal pendidikandan ilmu untuk para santri harus meliputi: ilmu-ilmu agama, ilmu-ilmu  kemasyarakatan, dan ilmu-ilmu pengetahuan  umum. Dengan bekal tersebut, lulusan Al-Ishlah diharapkan menjadi insan yang shaleh, sukses, bermanfaat, unggul dan prefessional sertamelayani masyarakat, agama, bangsa, dan negaranya. “Itulah inti dari doa-doa Kiai Muhammad Dawam Saleh, dan juga harapan  besar saya untuk santri-santri Al-Ishlah di masa depannya”.

[Ditulis oleh Piet Hizbullah Khaidir dalam buku Menjadi Guru Itu Mulia]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *