Hargai Kecerdasan (Lain) Santri!

Suaranya melengking dan menggugah. Selalu bersemangat dalam mengajar. Pengertian terhadap model-model kecerdasan yang dimiliki murid-muridnya. Sangat bijak dan objektif dalam menilai anak-anak didiknya. Itulah gambaran sederhana perempuan bijaksana dan murah senyum bernama lengkap Freti Fatmawati itu. Alumni generasi kedua yang kini menjadi guru di Pondok Pesantren Al-Ishlah. Potret sederhana tentang Bu Freti tersebut, demikian sapaan akrabnya, sesungguhnya merupakan refleksi dari motto hidupnya: “Mengalir bagai air, bermanfaat untuk sesama dan bekerja sebaik mungkin”.

Bagi isteri Kepala MA Al-Ishlah ini melihat kecerdasan anak tidak bisa hanya semata-mata melalui kacamata akademik. Nilai akademik itu, menurutnya, hanya satu potret saja. Bukan keseluruhan diri anak. Oleh karena itu, tambah Freti, belum tentu anak yang tidak bisa matematika adalah anak bodoh. Karena bisa jadi, anak tersebut memiliki kecerdasan lain, misalnya: kecerdasan berinteraksi dengan orang lain, ekonomi, analisa sosial, komunikasi, hafalan, melukis, berdagang, dan lain-lain. “Jadi, menilai anak itu harus holistik”, tandasnya.

Oleh karena itu, menurut pengakuannya, mantan ketua OPPI Puteri pertama ini seringkali meminta kepada murid-muridnya yang tidak bisa mata pelajaran Ekonomi, tetapi memiliki kecerdasan lain: matematika, hafalan Qur’an dan Hadits, agar bertanya kepadanya. Freti akan menguji kecerdasannya. “Bila terbukti memiliki kecerdasan dan kelebihan lain, asalkan tidak tidur di kelas, tetap menaati aturan absensi masuk kelas, mengikuti UTS dan UAS dengan baik, maka anak tersebut saya jamin tidak remedy mata pelajaran Ekonomi” tegasnya.

Freti memang pendidik yang bijak, baik hati dan mengerti kondisi santri-santri Al-Ishlah. Bukan berarti menggampangkan nilai dan sekolah. Perempuan asli Sendangagung ini hanya ingin setiap anak didik dihargai kecerdasan dan kelebihan berbeda yang dimilikinya.

Freti kecil bercita-cita ingin jadi pengusaha. Maklum, anak sulung dari 2 bersaudara pasangan Ibu Sumarni dan Pak Maslikan ini semenjak kecil telah disuguhi aktifitas bisnis yang sehari-hari dikelola keluarganya. Namun demikian, setelah merasa mantap mengabdi sebagai guru di Al-Ishlah, baik di SMPM12 Sendangagung ataupun di MA Al-Ishlah, berbisnis baginya kini hanya sebagai usaha sampingan. Ada teladan yang dipegang Bu Freti dari sikap ibunya: “Semangat juang untuk hidup yang lebih baik dan berkualitas, terutama untuk anak-anaknya”. “Saya ingat bagaimana ibu membanting tulang bekerja keras untuk memastikan dapat memfasilitasi kesuksesan saya dan adik saya, Nani Iramiyah”, kenang Freti.

Freti mengawali sekolah dasarnya di MIM 18 Sendangagung, selesai tahun 1987. Kemudian melanjutkan ke SMPM 12 Sendangagung, tamat 1990. Ketika awal bersekolah di SMPM 12 tahun 1987, Freti belum mondok, karena pondok puteri memang belum berdiri. Kemudian pada saat dia kelas 3 SMP, baru mondok. Pondok Al-Ishlah didirikan pada 1989 atas permintaan masyarakat Sendangagung yang melihat santriwati sudah semakin banyak. Setamat SMP, dia melanjutkan ke Aliyah, selesai tahun 1993. Selama di Al-Ishlah banyak yang dipelajari, terutama mengenal karakter teman dan meniru keistiqamahan para asatidz dalam ibadah dan keikhlasan mengajar.

Setamat dari Al-Ishlah, angkatan pertama santri puteri ini melanjutkan S1 jurusan Manejemen di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), selesai tahun 1998. Setahun setelah lulus, beliau dilamar dan kemudian menikah dengan Kiai Agus Salim, Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ishlah. Dikaruniai 2 putera dan 1 puteri: Jauhar Mumtaz, Nasim, dan Hanin.

Guna menambah wawasan dan ilmunya, Bu Freti melanjutkan S2-nya dalam bidang Manejemen Pendidikan di Universitas Gresik. Selesai tahun 2014.

Bu Freti mempunyai cara belajar yang unik. Dia tidak terlalu banyak mengandalkan bacaan atas buku-buku yang teoritik. Namun lebih suka belajar dengan cara mengerjakan soal-soal.

Dia mempunyai beberapa harapan terhadap Al-Ishlah. Secara kelembagaan, Bu Freti berharap Al-Ishlah tetap konsisten dalam memberikan manfaat terbaik bagi dunia pendidikan. Terhadap alumni Bu Freti berpesan agar mampu menjadi orang yang bermanfaat bagi diri pribadi dan terutama bagi masyarakat. “Untuk santri, saya berpesan agar dapat menjaga amanah dan tanggung jawab terhadap kedua orangtuanya yang telah berusaha keras membiayai mereka. Belajarlah dengan semangat dan sebaik mungkin. Tunjukkan prestasi kalian. Buat kedua orangtua kalian bangga dengan akhlak dan prestasi kalian. Minimnya sarana/prasarana jangan menghalangi ghirah kalian untuk belajar. Justeru jadikanlah sebagai kekuatan. Ingatlah, alumni-alumni generasi pertama berhasil padahal sarana/prasarana pondok sangatlah minim waktu itu. Ayo belajar, jangan pernah berhenti”, pungkasnya.

[Ditulis oleh Piet Hizbullah Khaidir dalam buku Menjadi Guru itu Mulia]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *