Cerita Di Angkot

Angkot yang aku tumpangi terjebak  mecet oleh puluhan kendaraan beroda. Kanan-kiri sampingnya dihimpit beberapa pengendara motor. Depan-belakangnya di dihadang  pengguna mobil,dan beberapa angkutan umum lainnya.

Huh! aku menghembuskan nafas. Lelah.

Sejak satu jam lalu angkot hanya bisa bergerak sebentar sekali. Misalnya berhasil bergerak dua menit, kembali berhenti sepuluh menit. Berhasil lagi bergerak tujuh menit, semakin terjebak lagi dalam dua puluh lima menit. Semua hal ini sangatlah membosankan bagiku.

Tapi yang membuat aku lebih sebal lagi ada disini lihatlah bukan diluar saja yang penuh, tapi juga didalam. Supir angkot ini enak saja menaikkan penumpang tanpa tahu kapasitas angkot. Mana kita harus berbagi tempat duduk. Berdesak-desakkan dengan penumpang lain. Supir ini memang keterlaluan.

bang, emang gak bisa sebagian penumpangnya diturunkan.” Protesku kepada supir. Mulai merasakan pengapnya udara disini. Penumpang disampingku sedang mendorongku membuat terpental kedepan. Tapi yang di Tanya hanya tersenyum seperti tidak punya dosa. “maaf neng, tapi mau gimana lagi, hari –hari ini penghasilan abang menurun. Jadinya kalau aja penumpang ya dinaikin aja.”

Wajahku semakin sebal. situ yang senang, sini yang susah.

Lima menit berjalan merangkak. Angkot yang aku tumpangi bergerak, namun hanya satu meter saja.

Aku disini hanya diam, duduk di pojok dan memperhatikan orang –orang yang berdesakan. Sesekali melihat keluar. Terdengar suara terikan baik dari pengendara motor atau pengemudi mobil saling bersahut-sahutan. Bunyi klaksonnya mewarnai wilayah sekitar seakan-akan sebuah aransemen musik.mendengar hal itu, secepat mungkin aku menutup telinga lantas memasukkan lagi kepalaku ke dalam angkot.

“bang, sampai kapan bisa jalan ?”

“gak tahu atuh neng. Biasanya bisa sampai se-jam”

Aku melipat dahi. Astaga! Itu lama sekali. Apakah macet di ibu kota bisa sampai se-jam? Atau mungkin lebih?

Aku menghela nafas, melirik jam tanganku, pukul dua siang. Satu jam lagi kuliah ku dimulai. Aku siswi yang pindah sekolah ke ibu kota. yang baru beradaptasi dengan lingkungannya, terutama dalam hal ‘macet’. Meski sudah dua minggu yang lalu aku datang ke ibu kota. Tapi, aku masih belum bisa beradaptasi dengan tradisinya. Apalagi  tradisi macet-nya dan banjir-nya. 

huh! Menghembuskan nafas lagi. Pengap. Udara di dalam, membuatku seringkali mengibas-ngibaskan buku sekolahku. Takut sekali berkeringat, kan-bisa kena jerawat.

         Suasana diluar masih ramai dengan bunyi klakson orang pengendara yang tidak sabar. Antrean panjang para pengendara kendaraan ber-roda semakin menumpuk di belakang, kira-kira radius dua kilometer. Angkot ini berhasil bergerak meski hanya sepuluh meter saja.

Tapi yang menjadi masalah, bukan tradisi macet ini. Melainkan sesuatu yang akan membuka rahasiaku. Dalam tanda kutip sebagai seorang perempuan.

Terlihat seorang ibu-ibu bermuka sebal, berwajah penuh keringat yang dari tadi berdiri di depanku. Dia memakai daster panjang dengan warna ungu. Perakawannya agak gemuk, membuatnya selalu tergoyang ke kanan-kiri saat didesak.

Sambil memegang erat pengangan angkot ibu itu berkata, “jangan senggol-senggol.” Memarahi seorang pemuda yang ada sampingnya.

 Yang dimarahi balas mendesaknya lebih kencang, membuat ibu itu mundur dua langkah “ gak usah dorong- dorong juga” ibu itu marah, balas mendorong. Lantas merapikan lagi daster yang dipakainya.  

Aku hanya mengabaikannya. Tidak peduli. Memurutku itu hanyalah pertikaian biasa tidak ada spesialnya. Aku menebak setelah ini mungkin salah satu dari mereka akan keluar. Membuat angkot lebih lenggang.

Ajaibnya tebakanku betul. Lihatlah si pemuda yang mendorong ibu itu berbalik badan. Berlari keluar, menyetorkan berapa selembaran uang ke sopir angkot. Membayar.

Satu menit setelah si pemuda menyerahkan uang. Si ibu mengecek saku dasternya, menggeledah isi tasnya.barang yang berharganya hilang. Seketika berteriak “PENCOPET, dia mencopet dompetku. Pemuda itu mencopet uangku!!!!” 

Tanpa basa basi, aku langsung berdiri lantas berlari mengejarmencopet itu. Menyibak kerumunan penumpang angkot, keluar lantas dengan mencari dimana letak si pencopet itu.

Berhasil! Dia berada di samping mobil merah yang ada didepan sana. Jaraknya sepuluh meter dariku. Seketika aku mulai berlari. Si pencopet tidak sadar kalua aku sedang mengejarnya. Dia asyik berjalan sambal menghitung uang yang ada di dompet si ibu.

Aku terus berlari menyibak kerumunan motor yang menghadang. Berbelok saat di depan ada mobil, ke kanan-kiri dengan lincahnya aku terus menghindar dan berlari. Jarak si pencopet tinggal lima meter lagi.

Baiklah akanku selesaikan sekarang, aku terus berlari, berlari dan berlari.tidak peduli sengan suara-suara klakson kendaraan. Tidak menghiraukan tatapan pengendara saat aku menyibaknya.

Dua menit sejak aku berlari.

 Kini jarak si pencopet tinggal dua meter. Tinggal dua mobil lagi yang menghadang. Set! Aku menyalip mobil didepanku. Si pencopet semakin dekat denganku.tapi sial nya saat jarakku tinggal satu meter lagi, si pencopet akhirnya tahu kalau aku sedang mengejarnya. Sesegera mungkin dia mengambil langkah seribu.berlari. terjadilah aksi kejar-kejaran antara aku dan pencopet.

Set! Aku belok kanan. Masih berlari. Mengejar si pencopet. Satu detik, jarakku tinggal sepelemparan batu. Dua detik, aku lincah berbelok dan mangayunkan tangan, berharap menggapai kerah bajunya. Tiga detik, yes aku berhasil menggapai kerah bajunya, dia seketika terjatuh kebelakang. “ hei! Kembalikan dompet ibu itu!” menjulurkan tangan.

Dia berdiri, merapikan bajunya. Mengibaskan yang kotor, lantas tersenyum “apa gadis cantik kembalikan. Enak saja, aku sudah mengambilnya susah-susah. Sekarang harus dikembalikan.”

“cepat kembalikan! Atau-“ aku mengancam.

“atau apa? Kau mau memukulku” dia bergaya sok. Aku melotot, “cepat kembalikan!!”

“ gadis secantik kamu jangan mudah marahan gak bai-“

Buk! Aku memukul wajahnya. Kalimatnya belum selesai. Salah siapa tidak dikembalikan. “ cepat kembalikan! Atau aku akan memukulmu lebih keras”

Aku melotot. “ gadis cantik gak boleh muk-“

Belum habis kalimatnya, aku memukul perutnya. Dia mundur satu langkah.

“oi, jangan memukul duluan, aku belum selesai bicara.” protesnya. Aku melangkah maju. “ oke, kalau begitu aku akan merebutnya dengan paksa. Kau siap?”

“aku selalu siap.” Dia memasang kuda-kuda.

Para pengemudi menatap kami berdua.

Aku langsung loncat, mengepalkan tangan. Menyerang. Buk! Tinjuku mengenai dagunya. Dia mundur lima langkah. Mengerang kesakitan, lantas berlari. Kembali menyerang balik. Gagal, aku dengan mudah menghindar. Dia kembali menjinju. Set! Aku menghindar, berlari ke sampingnya lantas mengepalkan tangan, serangan balik.

Terlambat, dia tahu arahku menyerang. Seketika dia menghindar, loncat meninjuku.

Buk! Tangannya mengenai bahuku. Tapi aku masih terjatuh kuda –kuda sangat kuat . Aku berlari kencang, berusa membalas tinjunya. Aku memukulmya, dia berhasil menghindar. Sekarang dia yang memukul,dengan cepat atas-bawah, samping. Aku dengan susah payah menghidar. Akibatnya aku mundur dua langkah.

Tapi tidak cukup hanya itu, tanpa menunggu kesempatan. Dia lantas menghampiriku, memukul. Aku berhasil menangkisnya. Dia semakin cepat memukulku, aku juga semakin lincah menangkisnya. Lantas dengan cepat meninju. Jual beli pukulan terjadi. Terakhir aku mulai memukul balik.

Buk! Tinju itu mengenai dagunya, tanpa menunggu apapun. Aku lansung berlari, menendang kakinya.buk! berhasil, dia terjatuh ketanah.

Aku mengatur nafas. Pertarungan ini membutuhkan banyak tenaga. Pengendara motor hanya melihat kami saja, lebih memilih diam. Tidak ambil masalah.

Si pencopet duduk terjatuh di atas tanah. Wajahnya masam, tidak terima dengan pukulanku. “ ayo, cepat serahkan dompet itu!!” aku menjulurkan tangan.

“tidak akan.” Tangannya mengambil sesuatu dari saku celannya. Belati.

Dia berdiri, lantas loncat menyerangku.sambil menghunuskan belatinya. Aku seketika mundur. Bersiap. Laki-laki payah, beraninya pakai senjata tajam.

Dia menatapku dengan tatapan hinaan. Menjulurkan belatinya.menyerang.

Hapir saja belati itu mengenai dadaku. Untung saja aku cepat menghindar. Pertangungan menjadi sangat serius.

Aku kembali mengatur nafasku. Berusaha tenang..

Tanpa menunggu istirahat, dia seketika menyerangku. Susah payah akumenghindari betai itu, mundur-loncat-merunduk. Semua agar aku bisa menghindar. aku mendapat ide untuk mengalahkannya.. pertarungan ini semakin menegangkan.

“ pencopet rendahan,beraninya pakai belati.” Aku berkata.

Yang dikata wajahnya memerah padam semakin marah. Mengeram.

Tanpa berpikir panjang, dia langsung berlari kearahku sambil menghunuskan belatinya. Dasar bodoh aku hanya memancingnya untuk menyerangku. Seketika aku menghindar, di sampingnya memegang tangannya. Menjatuhkan betali.

Aku tersenyum simpul. Betati itu akhirnya jatuh ke tanah, seketika menendangnya, agar jauh-jauh darinya.

Aku berlari, menghampirinya. Dan langsung mengunci gerakannya.si pencopet itu akhirnya bisa kulumpuhkan. “ cepat serahkan dompetnya!!” “ in-in-ini.”menyerahkan dompetnya. Aku mengambilnya. “ terima kasih.” Lantas membuka kuncinya dan langsung berlari mengembalikannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *