Berkat Pesan Dan Kesan Sang Kyai

Oleh: Nur Iffatul Ainiyah. Alumni Al-Ishlah Tahun 2022. Mahasiswi UIN Walisongo Semarang jurusan Manajemen Haji dan Umroh.

alishlah.ac.id – Terik matahari tertutup oleh awan gelap, bau petrichor semakin menguap dari jalanan kota, tanda hujan akan turun sebentar lagi. Deru klakson bersahutan di sepanjang perjalanan. Disinilah aku, duduk di antara penumpang lain bersama Sang Malaikat Tak Bersayap yang bersusah payah mendidikku dari kecil hingga kini, ibu.

Ya, ibuku yang kini mengantarku menuju gerbang pesantren tempat aku menimba ilmu. Senyuman terlukis di wajahnya sembari membisikkan kalimat penyemangat.

“Nak. Satu permintaan ibu, ibu hanya ingin melihatmu sukses. Bukan hanya sukses dunia yang ibu inginkan tapi juga sukses akhirat.” Itulah pesan ibuku yang selalu terpatri dalam memoriku.


Pilihan Menjadi Dokter

Siang dan malam ku isi hari-hariku dengan belajar dan belajar. Melewati kerasnya kehidupan pesantren. Mengisi waktu luang untuk membaca buku kajian kedokteran di ujung tiang masjid. Maklum, karna cita-citaku ingin menjadi seorang dokter, bukan tanpa alasan. Tapi, karna ayahku meninggal akibat kurangnya penanganan medis.

Dari situlah, aku memutuskan untuk menjadi dokter di masa depan. Tatkala aku fokus dengan buku, samar-samar terdengar lantunan yang begitu indah. Tanpa sadar, kaki ini melangkah menuju sumber suara.

“Hai, aku Naya. Dari ujung aku dengar suaramu begitu merdu.”

“Hai juga… Kenalin aku Safa. Oh iya, kebetulan aku ikut team tahfidz, kamu mau ikutan? Nah, diujung sana itu teman-temanku, Annisa, Maryam, Zahra.”

“Waaah.. boleh.”

“Salam kenal Naya..” Salam hangat ketiga temannya.

“Iya, salam kenal juga.”


Sepekan setelah seleksi, aku dinyatakan lolos seleksi tahfidz.

“Selamat ya Naya. Akhirnya kamu bisa jadi bagian dari kita. Semoga tetap istiqomah, ya.”

“Makasih Safa, ini juga atas saranmu.”


Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Tak terasa tiga tahun sudah aku menghafalkan ayat suci Al-Qur’an dan memahami maknanya. Hari ini adalah hari spesial bagi kelas tiga, dimana acara wisuda digelar setiap akan lulusan.

Pesan Dan Kesan Sang Kyai

Sang Kyai dengan langkah tegap dan mantap berjalan menuju podium. Memberi kesan dan pesan kepada anak didiknya untuk terakhir kalinya.

“Seorang Kyai itu bagaikan seorang ibu yang mengandung. Ketika dalam kandungan dengan kesabaran dan keikhlasan ibu selalu memberi yang terbaik untuk anak-anaknya. Supaya, ketika dilahirkan menjadi anak yang kuat tanpa adanya kecacatan. Begitu pula saya, yang akan meluluskan kalian, sama seperti ibu yang melahirkan. Saya berharap besar pada kalian, semoga di luar sana kalian menjadi orang yang sukses. Pesan saya, jangan sekedar mengejar dunia atau kesementaraan, kejarlah ilmu, iman, dan akhlak yang baik. Kelak kemuliaan akan datang dengan sendirinya.”

Setelah memberi kesan dan pesan, sampailah pada acara yang ditunggu-tunggu oleh santri.

“Saya akan membacakan The Best Five dari penghafal Al-Qur’an.”

Harap cemas para santri kala MC menyebutkan satu persatu santri terbaik.

“Safa Safira penghafal 30 juz, Zahra Azzahrine penghafal 20 juz, Maryam Ainun penghafal 15 juz, Malikah Annisa penghafal 15 juz, dan terakhir Naya Ain penghafal 10 juz. Nama-nama yang telah dibacakan harap maju ke depan untuk mengambil hadiah. Selamat untuk kalian semua.” MC bertepuk tangan diiringi oleh santri dan walisantri.

Air mata jatuh di pelupuk mata ibuku, kala namaku dipanggil ke depan panggung. Bahagia. Itulah gambar yang tersirat di wajah ibuku. Tiba di bagianku untuk memberi kesan dan pesan kepada teman-teman.

Air Mata Bahagia

“Di sini saya ingin menyampaikan pesan dan kesan untuk orang terdekat saya terutama ibu dan teman-teman sekalian. Terima kasih atas support yang kalian berikan hingga saya berada di titik ini. Sebelumnya saya bukanlah hafidzah seperti kalian kira. Dulu, bagi saya untuk menghafal 1 juz itu rasanya tak mungkin, apalagi bisa sampai pada tahap ini. Berkat semangat dan doa kalian serta kasih sayang dari Sang Maha Kuasa saya bisa berdiri menyampaikan ini pada kalian semua. Kuncinya ada dua, usaha dan doa. Tanpa usaha, perjuangan kita tak ada artinya. Tanpa doa, usaha kita sia-sia.”

Setelah menyampaikan kesan dan pesan segera kupeluk Malaikat Tak Bersayapku.

“Selamat ya Naya. Apa yang kamu perjuangkan selama ini nggak sia-sia.” Ucap ibuku sembari memberikan sepucuk surat resmi dari sebuah universitas ternama.

Segera ku buka secara perlahan, “SELAMAT ANDA LULUS SELEKSI KEDOKTERAN JALUR TAHFIDZ.”
Kalimat yang tercetak di dalam isi surat tersebut. Tak henti ku ucapkan rasa syukur kepada Illahi Rabbi yang mengabulkan segala do’a dan harapanku.


5 Tahun kemudian..

Selamat Naya kamu sudah menjadi dokter termuda yang terbaik di Universitas ini. Karna usaha dan kerja kerasmu saya berikan beasiswa S2 ke Turkie dan setelah lulus saya menjadikan kamu sebagai dokter tetap di rumah sakit milik Universitas.


Itulah kisahku..
Ingat kawan rencana Tuhan begitu indah, dikala keterpurukanku Tuhan memiliki rencana lain yang lebih indah…

Penyunting: M. Afiruddin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *