Benarkah Ber-Tawassul dengan Benda-Benda Sakral Diperbolehkan?

Dalam beragama, seorang hamba mestinya memiliki keinginan untuk memposisikan dirinya sedekat mungkin dengan Tuhannya, dengan begitu ia akan selalu dalam domain perlindungan-Nya. Begitu juga dengan suatu hasrat yang dimiliki seorang hamba. Seorang hamba akan melakukan berbagai ritual dengan tujuan hasratnya terkabulkan. Maka dari itu, Islam menhadirkan suatu konsep yang mana konsep tersebut memberi kemudahan bagi seorang hamba untuk menyalurkan hasratnya kepada Tuhan. Konsep ini disebut juga dengan tawassul.

Dalam pendefinisiannya, Ibnu Manzhur berkata: ”Al Wasilah maknanya mendekatkan diri, Fulan wassala (mendekatkan diri) kepada Allah dengan suatu wasilah, artinya ia melakukan suatu amal yang dengannya ia berupaya mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Dan tawassala kepada-Nya dengan suatu wasilah berarti ia mendekatkan diri kepada-Nya dengan suatu amalan. (Abu Anas Ali bin Husain Abu Lauz, 2006; 17).

Ibnu Faris menerangkan Wasilah artinya kemauan dan hasrat. Apabila ia ingin kebutuhannya terpenuhi, maka perbuatannya disebut wasala. Wasil artinya orang yang ingin kebutuhannya dipenuhi oleh Allah. Ar-Raghib al- Ashfahani bertutur, wasilah artinya menginginkan sesuatu dengan kemauan yang keras, kata ini lebih khusus daripada wasilah, karena ia (wasilah) mengandung makna kemauan yang keras. Allah swt menegaskan, ‘… carilah jalan yang mendekatkan diri (wasilah) dengan kemauan yang keras kepada Nya”. (QS. Al Maidah 35) ( Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, 2010; 8).

Konsep tawassul sudah dibicarakan Allah dalam Al-Qur’an lebih tepatnya pada Q.S al-Maidah: 35 yang berbunyi,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihad-lah pada jalan-Nya, supaya kalian mendapat keberuntungan

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ يَبْتَغُوْنَ اِلٰى رَبِّهِمُ الْوَسِيْلَةَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ وَيَرْجُوْنَ رَحْمَتَهٗ وَيَخَافُوْنَ عَذَابَهٗۗ اِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُوْرًا

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sungguh, azab Tuhanmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti.”

Dari penggalan ayat di atas terdapat kata الْوَسِيلَةَ yang mana para ahli tafsir mendefinsikan dengan beberapa makna antara lain; perantara, mendekatkan diri, hasrat, mengingat sesuatu dengan  kemauan yang keras, serta beberapa makna yang lain. Imam ibn Katsir memberi penjelasan mengenai kalimat الْوَسِيلَةَ yakni amal ibadah yang mampu mendekatkan diri kepada Allah dengan menaati perintah-Nya dan menjauhi larangnan-Nya, serta beramal apapun yang membuat-Nya senang. Maka disini kesimpulannya adalah bahwa bertawassul untuk menuju Allah itu boleh.

Fenomena yang berkembang era ini adalah ber-tawassul menggunakan benda-benda yang disakralkan seperti keris, batu, dan lain-lain. Akan hal ini, terdapat pro-kontra yang memberikan tanggapan akan kebolehan hal tersebut. Terdapat dalil-dalil kebolehan ber-tawassul yang didapati dari Al-Qur’an dan Hadits yaitu bertawassul dengan hal-hal berikut:

1) Tawassul dengan Iman, 2) Tawassul dengan Mengesakan Allah (Tauhid), 3) Tawassul dengan Nama-Nama Allah, 4) Tawassul dengan Sifat-Sifat Allah, 5) Tawassul dengan Amal Shalih, 6) Tawassul dengan Meninggalkan Maksiat, 7) Tawassul dengan Memohon Doa kepada Para Nabi dan Orang-Orang Shalih yang Masih Hidup.

Tidak disebutkan diatas tentang kebolehan bertawassul dengan benda-benda sakral atau yang lain. Pendapat dari orang yang membolehkan bertawassul dengan benda adalah karena tawassul dengan dzat (benda) pada dasarnya berasal dari taawasulnya seseorang dengan amal perbuatannya. Mayoritas Ulama’ Fiqh tidak memberikan dasar atau pijakan bagi seseorang yang ingin bertawassul dengan benda-benda yang dianggap sakral. Akan tetapi hal tersebut adalah ijtihad yang dilakukan oleh masyarakat yang mempraktikan hal tersebut.

Tawassul memang merupakan suatu metode untuk mampu lebih dekat dengan Tuhannya. Padahal Allah sendiri telah berfirman dalam Q.S al-Baqarah : 186,

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ 

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.”

Ditinjau dari aspek kebahasaan, kata فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ secara tekstual memiliki arti “aku adalah dekat”. Dalam suatu refrensi, disebutkan bahwa kata itu merupakan bahasa kiasan yang mengisyaratkan kata “dekat” dengan makna yang lain. Makna yang dimaksud dalam kandungannya adalah bahwa Allah itu dekat, yaitu mengetahui semua aktivitas seorang hamba dan juga apa-apa yang disampaikan secara teranga-terangan ataupun samar-samar.

Suatu kebaikan dari proses ber-tawassul adalah usaha seorang hamba unutk mampu lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Walaupun, terkadang dengan cara-cara yang tidak ada landasan dalil yang raajih. Inisiatif untuk mempererat jarak antar manusia dengan Tuhan juga mengandung nilai-nilai yang tidak boleh dipandang sebelah mata.

Sedangkan, ber-tawassul dengan menggunakan benda-benda sakral, belum bisa ditemui dalam syariat maupun ajaran nabi dan contoh para sahabatnya. Maka solusinya, hendaknya dalam melakukan segala macam jenis peribadatan salah satunya ber­-tawassul harus sesuai tuntunan yang diajarkan oleh mayoritas Ulama’. Sehingga, tidak menimbulkan kerancuan dalam umat mengenai metode tawassul yang baru. Sebagai seorang yang percaya akan kehadiran Tuhan, juga harus menaruh keyakinan yang kuat bahwa apapun hajat yang kita sampaikan kepada-Nya pasti akan dikabulkan. Selama hajat tersebut dalam koridor kebaikan. Wallahu A’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *