Belajar Kepenulisan ke Hidayatullah

Bagian pers Badan Eksekutif Siswa MA Al-Ishlah (BESMA) melakukan kunjungan ke kantor redaksi Hidayatullah Surabaya (Jum’at, 20 September 2024). Kunjungan ini bertujuan untuk menggali ilmu-ilmu kepenulisan langsung dari pengurus majalah Hidayatullah – media cetak islam yang masih bertahan sampai sekarang. 

Kedatangan para anggota BESMA ini disambut baik oleh Ahmad Rizal, Kepala Kantor Redaksi Hidayatullah. Ahmad Rizal menyampaikan bahwa antara Hidayatullah dan Al-Ishlah sudah seperti memiliki ikatan spesial sebab sudah beberapa kali MA Al-Ishlah berkunjung ke Hidayatullah. Kunjungan ini adalah kali pertama dilakukan lagi setelah masa Covid-19.

“Media kami sekarang ada yang edisi cetak dan ada juga yang online. Untuk media cetak. Alhamdulillah kami masih memproduksi 19.000 eksemplar setiap bulannya, yang kami sebar ke seluruh Indonesia,” kata kepala kantor redaksi dalam sambutannya. Di zaman yang semua serba online, media cetak banyak yang berhenti produksi dan tutup, namun Hidayatullah berhasil mempertahankan eksistensinya sampai sekarang.

Fenomena banyaknya media cetak yang gulung tikar ini juga diamini oleh Al-Ustadz Luthfi Yuhandi, pembina Besma Pers Al-Ishlah yang telah berkecimpung di dunia media selama 20 tahun. Al-Ustadz Luthfi kemdian menyampaikan rasa terima kasihnya atas sambutan hangat dari Hidayatullah untuk Al-Ishlah.

Setelah sambutan kedatangan, peserta kunjungan redaksi mendapat materi dari Al-Ustadz Thoriq, pemimpin Redaksi Hidayatullah. Uniknya, Al-Ustadz Thoriq itu pernah bertemu dengan alumni al-Ishlah saat menempuh studinya di Mesir. Alumni Al-Ishlah itu mengenal Hidayatullah sebab semasa mondok, ia pernah mengikuti kegiatan kunjungan redaksi ke kantor Hidayatullah.

Al-Ustadz Thoriq memulai materinya dengan mengajak para peserta menonton vidio kondisi Palestina saat ini. Alumni Mesir itu menyampaikan bahwa Hidayatullah berusaha setiap hari untuk menulis berita tentang Palestina, sebab itu adalah salah satu upaya untuk mengajak dan menyadarkan umat bahwa ini adalah perkara Islam, jangan sampai saudara kita dibiarkan sendirian.

“Jika santri, maka dalam membuat berita tidak hanya meliput data seperti berapa jumlah korban yang meninggal, tetapi harus lebih dari itu. Hendaknya berpikirnya sampai kenapa Palestina sampai saat ini masih bisa bertahan,” ucap Al-Usadz Thoriq. Semua harus dikaitkan dengan apa-apa yang sudah dipelajari dalam agaman Islam. Penulis yang dasarnya santri harus punya perbedaan dengan penulis biasa.

“Yang terpenting adalah menumbuhkan ruh kenapa harus menulis,” papar Al-Ustadz Thoriq. Menurut pemimpin redaksi itu, penulis tidak boleh diam ketika melihat hal-hal yang kurang benar. “Ilmu itu yang menggerakkan kita terkait dengan apa yang akan kita lakukan ketika melihat hal-hal yang kurang benar,” tambahnya.

 Selain dari Al-Ustadz Thoriq, bagian pers MA Al-Ishlah juga belajar dari Al-Ustadz Akbar Muzakki.  Dari sekretaris rekadi itu, mereka lebih banyak belajar tentang ide menulis dan bagaimana tulisan itu bisa menjadi tulisan yang baik dan menarik.

Dari Al-Ustadz Akbar Muzakki, bagian pers MA Al-Ishlah mendapat satu pesan, “Habit muslim itu membaca dan menulis, keduanya jangan ditinggaklkan,” ucapnya. Tentu, kedua habit itu sangat bermanfaat terutama untuk mereka, bagian pers.

Seusai kunjungan redaksi, rombongan Al-Ishlah berkunjung ke Museum Pendidikan Surabaya. Di sini, mereka tidak hanya jalan-jalan saja, tetapi juga mendapat tugas untuk meliput dengan tema yang sudah ditentukan oleh pembina pers, Al-Ustadz Robithoh Islami yang juga ikut mendampingi bagian pers dalam kunjungan ini.

Reporter           : Rahma Madani & I’tidal Arabal Haq

Editor                  : Ega Maulida Najid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *