Aktualisasi Nilai Sumpah Pemuda

oleh Agus Salim Syukron. Kepala MA Al-Ishlah Sendangagung, Paciran, Lamongan dan Ketua BPH STIQSI Lamongan.

Ketika Mr. Soenario Sastrowardojo berpidato pada sesi terakhir Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928, Mohammad Yamin menulis secarik kertas. Ia lalu menyodorkan kertas itu kepada Soegondo Djojopoespito selaku Ketua Kongres, sambil berbisik, “Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya mempunyai formulasi yang lebih elegan untuk keputusan kongres ini).”

Soegondo kemudian membubuhkan paraf tanda setuju pada kertas itu. Ketika kertas itu disodorkan kepada tokoh-tokoh pemuda yang lain, semua membubuhkan paraf tanda setuju juga. Akhirnya, tulisan Mohammad Yamin itu disepakati sebagai keputusan Kongres dan dijadikan ikrar bersama pemuda Indonesia. Ikrar itulah yang kemudian disebut Sumpah Pemuda.

Ikrar itu berbunyi: Pertama, kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; Kedua, kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia; Ketiga, kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

Sumpah Pemuda merupakan tonggak penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Ia merupakan kristalisasi semangat bangsa Indonesia–yang diwakili kaum muda—untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia. Penderitaan panjang yang dialami bangsa Indonesia akibat penjajahan telah menyadarkan banyak warga, terutama kalangan terpelajar dan pemuda, tentang pentingnya persatuan dan membangun kekuatan guna melawan penjajahan.

Konsolidasi Pemuda

Pada tahun 1926, sebuah organisasi pemuda terbentuk dengan nama Indonesische Student Bond atau Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Organisasi ini menghimpun para pelajar Indonesia, terutama dari Stovia, Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS), dan Rechtshogeschool te Batavia (RHS). Dari organisasi ini pula lahir gagasan untuk menyelenggarakan kongres pemuda.

Kongres Pemuda I terlaksana pada 30 April sampai 2 Mei 1926, diikuti oleh organisasi pemuda dari berbagai unsur seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerenden Minahasaers, Jong Bataks Bond, Pemuda Kaum Theosofi, dan sebagainya. Kongres berusaha menyatukan langkah pemuda dalam rangka memperkuat persatuan dan kebangsaan Indonesia, dengan menguatkan hubungan antar organisasi kepemudaan di tanah air. Namun, kongres ini gagal membuahkan hasil yang memuaskan karena masih ada perbedaan pandangan yang belum bisa dituntaskan. Usaha konsolidasi terus dilakukan melalui pertemuan-pertemuan lanjutan yang akhirnya para pemuda itu menyepakati penyelenggaraan Kongres Pemuda II sebagai upaya konsolidasi pemuda yang lebih besar.

Kongres Pemuda II dilaksanakan pada 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta), dengan tujuan pokok: (1) Melahirkan cita-cita bersama pemuda Indonesia; (2) Membahas masalah pergerakan pemuda Indonesia; dan (3) Memperkuat kesadaran kebangsaan dan memperteguh persatuan Indonesia.

Peserta kongres kali ini lebih banyak daripada kongres pertama. Selain Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), ada juga Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Jong Islamieten Bond, Pemuda Indonesia, Jong Celebes, Jong Ambon, Katholikee Jongelingen Bond, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, dan sebagainya. Hadir pula perwakilan pemuda peranakan Tionghoa di Indonesia seperti Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok, dan Tjio Djien Kwie, meski mereka tidak membawa nama organisasi tertentu.

Kongres Pemuda II inilah yang kemudian melahirkan ikrar pemuda yang sangat monumental, yaitu Sumpah Pemuda. Ikrar ini menggambarkan komitmen kaum muda Indonesia untuk bersatu dalam bingkai kesatuan tanah air, bangsa, dan bahasa, yaitu Indonesia. Karena itulah, sejarawan senior LIPI, Taufik Abdullah, memasukkan peristiwa Sumpah Pemuda tersebut sebagai salah satu dari “Tiga Peristiwa Satu Napas” bersama dengan dua peristiwa lain, yaitu Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Peristiwa 10 November 1945.

Kalau Sumpah Pemuda menggambarkan semangat dan komitmen bangsa Indonesia untuk bersatu mewujudkan negara Indonesia, maka Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah pengumuman rakyat Indonesia kepada dunia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sementara itu Peristiwa 10 November 1945 menjadi simbol perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan negara Indonesia.

Kepeloporan Pemuda

Pelajaran penting yang patut diambil dari Sumpah Pemuda adalah kepeloporan kaum muda. Sejarah mencatat betapa kaum muda memiliki andil besar dan selalu tampil di barisan depan dalam banyak gerakan dan perjuangan kebangsaan, baik perjuangan fisik maupun diplomatik, pada masa penjajahan maupun di era kemerdekaan. Banyak peristiwa penting dalam sejarah bangsa Indonesia dipelopori oleh pemuda. Kebangkitan Nasional tahun 1908, yang sering disebut sebagai emberio bangkitnya semangat persatuan, dipelopori oleh orang-orang muda. Begitu juga Sumpah pemuda tahun 1928 yang menyatukan tekad bangsa ini dalam bingkai kesatuan tanah air, bangsa, dan bahasa.

Proklamasi 1945 dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan juga dipelopori kaum muda. Angkatan 66 yang melahirkan Orde Baru–yang merupakan koreksi terhadap Orde Lama—juga digerakkan oleh pemuda. Begitu pula gerakan Reformasi 1998 yang mengakhiri rezim Orde Baru (yang penuh dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme, disingkat KKN) adalah buah tangan kaum muda. Kepeloporan semacam ini perlu menjadi ciri kaum muda di sepanjang waktu. Tentu kepeloporan yang dimaksud bukan kepeloporan asal beda atau kepeloporan asal melawan keadaan. Akan tetapi, kepeloporan yang didasarkan pada nilai, filosofi, dan pemikiran yang baik, yang dimaksudkan untuk memajukan kehidupan bangsa sesuai dengan cita-cita luhur kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kementerian Pemuda dan Olahraga mendefinisikan kepeloporan pemuda sebagai akumulasi dari semangat pemuda dalam mengembangkan potensi diri, guna merintis jalan, melakukan terobosan, menjawab tantangan dan memberikan jalan keluar atas berbagai masalah yang dilandasi sikap dan jiwa kesukarelawanan, tanggung jawab dan kepedulian.

Tujuannya untuk menciptakan sesuatu dan/atau mengubah gagasan pemikiran, tindakan dan perilaku menjadi suatu karya nyata yang berkualitas dan dilaksanakan secara konsisten dan gigih yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat serta diakui oleh pelbagai pihak dan pemerintah.Begitu pentingnya peran pemuda, sehingga Bung Karno pernah berkata, “Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Begitu juga Presiden Soeharto dalam Pembukaan Lokakarya Nasional Pembinaan Generasi Muda pada tanggal 4 Oktober 1978 berkata, “Bangsa kita akan mengalami kemunduran dan kehilangan elan dinamis apabila generasi muda hanya menjadi pengekor dan bukan pelopor.”

Semangat Persatuan

Hal lain yang patut diteladani dari Sumpah Pemuda adalah adanya semangat persatuan. Kemampuan bersatu di tengah keragaman bangsa adalah sebuah prestasi yang luar biasa. Semangat itu telah ditegaskan oleh pemuda Indonesia melalui Sumpah Pemuda. Indonesia dikenal sebagai negara yang majemuk.

Sejak lama bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, adat istiadat, bahasa daerah, warna kulit, bentuk rambut, agama, dan lain-lain. Masing-masing suku menggunakan bahasa daerah, adat istiadat, dan juga bahan makanan yang berbeda-beda. Agamanya juga berbeda tetapi mereka bisa hidup berdampingan. Menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa. Lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di tanah air.

Suku Jawa adalah kelompok terbesar dengan jumlah mencapai 40% dari total populasi, disusul suku Sunda 15%, dan suku Batak 4%. Sedangkan di Kalimantan dan Papua terdapat suku dengan populasi kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang. Secara geoografis Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tersebar di berbagai wilayah tanah air.

Data BPS tahun 2022 mencatat bahwa jumlah pulau yang dimiliki Indonesia mencapai 17.000 pulau. Enam di antaranya merupakan pulau besar, yaitu Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Timor, dan Papua. Sementara itu jumlah penduduk Indonesia mencapai 278 juta pada tahun 2023. Ini adalah gambaran keragaman bangsa Indonesia yang jika dikelola dengan baik akan menjadi pemandangan indah kehidupan berbangsa. Namun jika tidak, akan berpotensi menjadi bom waktu yang dapat membawa perpecahan.

Untungnya bangsa Indonesia memiliki ketahanan kultural dan kesadaran moral untuk saling menerima kemajemukan dan menghargai perbedaan. Para pendiri bangsa dengan apik telah membangun bingkai persatuan melalui dasar negara Pancasila, moto Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah adalah inspirasi yang sangat berharga bagi suatu bangsa. Para pendahulu bangsa dengan elegan telah meletakkan dasar dan prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Karena itu, tugas generasi sekarang adalah merawat nilai-nilai baik itu, seraya terus melakukan upaya yang tiada henti membangun dan memajukan negeri ini.***

Editor: Fani Firda Yuniarti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *